Depok – Kamis, 18 oktober 2012 (reportase koperasi)
Swamitra Jasa Utama adalah koperasi jenis simpan pinjam, yang merupakan produk hasil dari Bank Bukopin yang bekerjasama dengan Jasa Utama yang berdiri pada tahun 2005. Koperasi ini berlokasi di Gedung Satria (Golden Stick) lt.1 Jl.Akses UI No.26 Kelapa Dua-Depok. Swamitra Jasa Utama Mempunyai Visi dan Misi, yaitu mempermudah akses pemberian pinjaman modal kerja kepada pengusaha mikro atau yang dikenal juga dengan sektor informal, misalnya warung-warung kecil, pedagang kaki lima dan lain sebagainya.
Swamitra Jasa Utama merupakan salah satu cabang, yang pusatnya berada di Citra Grand. Mereka memiliki tiga outlet, dan yang terakhir berlokasi di Pekayon-Bekasi. Koperasi ini memiliki total jumlah anggota dan calon anggota kurang lebih lima ratus orang. Di koperasi ini, calon anggota yang belum menjadi anggota tetap masih bisa meminjam uang. Karena calon anggota disini artinya, sudah berkontribusi dan aktif dalam kegiatan koperasi, namun belum dianggap sebagai anggota tetap, karena dalam setiap koperasi mempunyai ADRT masing-masing untuk menjadi anggota tetap.
Sistem pendanaan di koperasi ini, berasal dari pihak ke-3 dan dari Bank Bukopin. Pihak ke-3 yaitu, anggota tetap dan calon anggota. Dana perbankan atau total asset yang dimiliki ileh koperasi Swamitra Jasa Utama saat ini mencapai 1,1 Milyar. Minimal peminjamaan di koperasi ini sebesar 1.000.000 rupiah dan maksimal sebesar 150.000.000 rupiah. Jika ingin mengajukan pinjaman, si peminjam harus memenuhi syarat standar seperti, foto copy ktp, foto copy surat nikah/cerai, foto copy KK, foto copy rekening listrik, foto copy jaminan. Selain itu, pengaju pinjaman akan di survey kelayakan oleh tim dari koperasi Swamitra Jasa Utama, setelah semua syarat terpenuhi, maka pinjaman akan disetujui.
Minggu, 21 Oktober 2012
Draf RUU koperasi rampung komisi VI pangkas jumlah koperasi
UNDANG-UNDANG Koperasi terbaru dalam waktu dekat dipastikan segera terbit Komisi VI DPR bersama Kementerian Koperasi dan UKM sudah menyetujui draf rancangan revisi Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992.
"Dengan adanya Undang-Undang Koperasi yang baru diharapkan konsep pembangunan ekonomi yang mengedepankan prinsip gotong royong bisa kembali diutamakan." kata anggota Komisi VI DPR, Yusyus Kuswan-dhana, kemarin.
Dia mengatakan, revisi UU Koperasi
No. 25 tahun 1992 merupakan komitmen DPR untuk mendukung gerakan ekonomi kerakyatan. Dia berharap, dengan adanya UU Koperasi yang baru kinerja perkoperasian Indonesia yang berbasis gerakan ekonomi kerakyatan terus mengalami peningkatan.
"Seluruh anggota Komisi VI sejak awal mendukung revisi UU Koperasi ini. Karena pada dasarnya," jelas politisi Demokrat ini.
Dia menjelaskan, beberapa poin penting yang ada dalam revisi UU Koperasi. Antara lain adalah penyertaan modal untuk koperasi. Di samping itu, mengatur tentang pendirian, perubahan AD dan pengumuman, keanggotaan, modal koperasi, jenis, tingkat dan lapangan usaha, simpan pinjam, surplus hasil usaha dan dana cadangan, penggabungan dan peleburan, serta aturan lain.
"Peranan koperasi di Indonesia penting sebagai peningkatan usaha kecil dan menengah dan untuk memperkecil tingkat pengangguran di Indonesia," katanya.
Untuk informasi, seluruh anggota fraksi di Komisi VI DPR telah menerima dan menyetujui draf hasil revisi yang digodok bersama antara Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koperasi dan UKM serta Komisi VI DPR. Hasil revisi, ada pengurangan jenis koperasi yang selama ini sebanyak lima, menjadi empat.
Dengan adanya Undang-Undang Koperasi yang baru diharapkan konsep pembangunan ekonomi yang mengedepankan prinsip gotong royong bisa kembali diutamakan.
Jenis koperasi yang dikurangi adalah Unit Simpan Pinjam (USP) yang memiliki kinerja sama dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Adapun kelima jenis koperasi yang selama ini menjadi bagian dari gerakan perkoperasian adalah Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Jasa dan Koperasi Simpan Pinjam. Penegasan dari revisi ini berakibat unit simpan pinjam koperasi harus menjadi simpan pinjam.
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop-UKM) Sjarifuddin Hasan mengemukakan, tercapainya revisi UU Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 tidak terlepas dari peranan beberapa instansi yang menjadi mitra Kementerian Koperasi dan UKM.
Sumber : Rakyat Merdeka
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1055:draf-ruu-koperasi-rampung-komisi-vi-pangkas-jumlah-koperasi&catid=50:bind-berita&Itemid=97
Komentar :
menurut saya undang-undang koperasi yang sudah direvisi sangat baik bagi kelangsungan kegiatan perkoperasian. Karena, dengan kembali mengedepankan prinsip gotong royong, kinerja perkoperasian indonesia yang berbasis gerakan ekonomi kerakyatan akan terus mengalami peningkatan yang berdampak sangat baik bagi perekonomian negara Indonesia
"Dengan adanya Undang-Undang Koperasi yang baru diharapkan konsep pembangunan ekonomi yang mengedepankan prinsip gotong royong bisa kembali diutamakan." kata anggota Komisi VI DPR, Yusyus Kuswan-dhana, kemarin.
Dia mengatakan, revisi UU Koperasi
No. 25 tahun 1992 merupakan komitmen DPR untuk mendukung gerakan ekonomi kerakyatan. Dia berharap, dengan adanya UU Koperasi yang baru kinerja perkoperasian Indonesia yang berbasis gerakan ekonomi kerakyatan terus mengalami peningkatan.
"Seluruh anggota Komisi VI sejak awal mendukung revisi UU Koperasi ini. Karena pada dasarnya," jelas politisi Demokrat ini.
Dia menjelaskan, beberapa poin penting yang ada dalam revisi UU Koperasi. Antara lain adalah penyertaan modal untuk koperasi. Di samping itu, mengatur tentang pendirian, perubahan AD dan pengumuman, keanggotaan, modal koperasi, jenis, tingkat dan lapangan usaha, simpan pinjam, surplus hasil usaha dan dana cadangan, penggabungan dan peleburan, serta aturan lain.
"Peranan koperasi di Indonesia penting sebagai peningkatan usaha kecil dan menengah dan untuk memperkecil tingkat pengangguran di Indonesia," katanya.
Untuk informasi, seluruh anggota fraksi di Komisi VI DPR telah menerima dan menyetujui draf hasil revisi yang digodok bersama antara Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koperasi dan UKM serta Komisi VI DPR. Hasil revisi, ada pengurangan jenis koperasi yang selama ini sebanyak lima, menjadi empat.
Dengan adanya Undang-Undang Koperasi yang baru diharapkan konsep pembangunan ekonomi yang mengedepankan prinsip gotong royong bisa kembali diutamakan.
Jenis koperasi yang dikurangi adalah Unit Simpan Pinjam (USP) yang memiliki kinerja sama dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Adapun kelima jenis koperasi yang selama ini menjadi bagian dari gerakan perkoperasian adalah Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Jasa dan Koperasi Simpan Pinjam. Penegasan dari revisi ini berakibat unit simpan pinjam koperasi harus menjadi simpan pinjam.
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop-UKM) Sjarifuddin Hasan mengemukakan, tercapainya revisi UU Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 tidak terlepas dari peranan beberapa instansi yang menjadi mitra Kementerian Koperasi dan UKM.
Sumber : Rakyat Merdeka
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1055:draf-ruu-koperasi-rampung-komisi-vi-pangkas-jumlah-koperasi&catid=50:bind-berita&Itemid=97
Komentar :
menurut saya undang-undang koperasi yang sudah direvisi sangat baik bagi kelangsungan kegiatan perkoperasian. Karena, dengan kembali mengedepankan prinsip gotong royong, kinerja perkoperasian indonesia yang berbasis gerakan ekonomi kerakyatan akan terus mengalami peningkatan yang berdampak sangat baik bagi perekonomian negara Indonesia
Jumat, 22 Juni 2012
artikel cybercrime dan komentar
CyberCrime
with Violence
In ARTIKEL CYBERCRIME on April
23, 2009 at 6:22 pm
Kejahatan Cyber (
Cybercrime) adalah sebuah kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan computer
dan bertekhnologi internet sebagai sarana/ alat sebagai objek atau subjek dan
dilakukan dengan sengaja. Cybercrime with violence adalah sebuah perbuatan
melawan hukum dengan menggunakan computer berbasis jaringan dan tekhnologi
internet yang menjadikan jaringan tersebut menjadi subjek/objek dari kegiatan
terorisme, kejahatan cyber pornografi anak, kejahatan cyber dengan ancaman
ataupun kejahatan cyber penguntitan.
Secara harfiah,
kejahatan cyber yang menjadikan korban dengan menggunakan kekerasan secara
langsung memang tidak bisa dilihat hubungan timbal baliknya, namun ada
implikasi dari kejahatan-kejahatan tersebut, yang berupa ancaman terhadap rasa
aman dan keselamatan korban kejahatan.
Dr.
Dorothy Dennings, (Bernadette Hlubik Schell, Clemens Martin, Cybercrime: A
Reference Handbook, ABC-CLIO,2004) salah satu pakar cybercrime di Universitas
Goergetown Amerika mengatakan bahwa “jaringan internet telah menjadi lahan yang
subur untuk melakukan serangan – serangan terhadap pemerintah,
perusahaan-perusahaan dan individu-individu. Para pelaku kejahatan ini
melakukan pembobolan data, penyadapan dan penguntitan individu/personal yang
mengakibatkan terancamnya keselamatan individu, merusak jaringan website yang
mengakibatkan hancurnya data base yang sudah dibangun, ada dua faktor yang
sangat penting untuk menentukan apakah korban dari cyber terorisme ini dapat
menjadi ancaman yang mengakibatkan terlukai atau terbunuhnya banyak orang.
Faktor yang pertama apakah ada target yang dapat dibuktikan bahwa kejahatan ini
dapat menuntun dilakukannya kekerasan dan penganiayaan. Faktor yang kedua
adalah apakah ada actor yang mempunyai kapabilitas ( kemampuan) dan motivasi
untuk dilakukannya cyber terorisme”.
Dari
keterangan diatas, maka dapat dibedakan antara hacker yang memiliki alat,
pengetahuan dan alat dengan tindakan cyber terorisme. Mereka para Hacker pada
umunya tidak memiliki motivasi kapabilitas untuk melakukan kekerasan yang
mengakibatkan tingkat kerusakan yang tinggi di jaringan internet. Untuk
kejahatan terorisme dengan motivasi keagamaan, kekerasan terinspirasi sebagai
tindakan yang baik, ekstrimis keagaamaan menjadi tertarik terhadap target yang
lebih luas dan tidak membeda-bedakan target kekerasan akibat dari perspektif
yang terbentuk dengan bantuan alat / tekhnologi internet. Mereka menjadikan isu
dengan tendensi agar seluruh penganut keagamaan yang tidak sealiran dengan
mereka menjadi target. Isu-isu sosial itulah yang disebarluaskan melalui jaringan
cyber sehingga menjadikan target kekerasan yang dapat mematikan kepada semua
orang diluar sana. Banyak orang sekarang menjadi terancam keselamatan fisiknya
baik dilakukan melalui pesan maupun kampanye kebencian yang menyesatkan karena
cyberterorisme.
Pemerintah USA telah mendefinisikan Cyberterorisme sebagai perbuatan
terorisme yang dilakukan, direncanakan dan dikoordinasikan dalam jaringan
cyberspace, yang melalui jaringan computer. Faktor-faktor yang menjadikan
menjadi pertimbangan untuk mencegah Cyber crime sebagai prioritas utama adalah
(Debra Littlejohn Shinder, Ed Tittel, Scene of the Cybercrime: Computer
Forensics Handbook, Syngress, 2002):
Perluasan target
kekerasan : Cybercrime yang melibatkan kekerasan atau potensi kekerasan melawan
orang ( khususnya terhadap anak-anak) adalah normal sebagai prioritas utama,
kejahatan terhadap property yang mengakibatkan kerugian yang bernilai besar
juga menjadi focus perhatian yang lebih besar untuk ditanggulangi dari pada
dengan nilai kerugian yang kecil.
Frekwensi Kejadian :
Cybercrime yang terjadi lebih sering menjadi focus perhatian utama dari pada
yang jarang terjadi.
Kemampuan Personel :
penyidikan cybercrime yang dapat dilakukan oleh satu penyidik lebih membantu
satuannya karena tidak banyak penyidik yang dimiliki untuk melakukan penyidikan
cybercrime.
Pelatihan Personel :
membeda-bedakan kasus cybercrime dan bukan kadangkala tergantung penyidik yang
sudah dilatih atau belom.
Jurisdiksi : Kesatuan
secara umum lebih menitik beratkan kepada kasus yang menimpa masyarakat local.
Walaupun mempunyai kewenangan secara hukum, banyak kesatuan tidak mengeluarkan
dana dan sumber dayanya untuk menangani kejahatan cyber melewati batas
jurisdiksinya.
Tingkat Kesulitan
Penyidikan: Tingkat kesulitan pengungkapannya dan tingkat kesuskesan dari hasil
penyidikan dapat menjadikan kasus cybercrime mana yang menjadi prioritas.
Faktor Politik :
Pengungkapan seringkali dipengaruhi pengaruh suasana politis yang menjadikan
kasus cyber sebagai prioritas utama.
Komentar :
Cybercrime with
violence adalah sebuah perbuatan melawan hukum dengan menggunakan computer berbasis
jaringan dan tekhnologi internet yang menjadikan jaringan tersebut menjadi
subjek/objek dari kegiatan terorisme, kejahatan cyber pornografi anak,
kejahatan cyber dengan ancaman ataupun kejahatan cyber penguntitan.
Hal ini sangat berdampak
buruk bagi para penggunanya, karena mengganggu rasa aman dan keselamatan para
korban. Seharusnya kejadian ini ditindak lebih lanjut dan diberlakukan hukum
tegas oleh pemerintah dan harus diprioritaskan, karena lemahnya peraturan dan
kurangnya pengetahuan tentang mengatasi cybercrime dapat membuat semakin
maraknya kejahatan cybercrime ini. Dan semakin bahaya pula tingkat
kejahatannya.
Berikut adalah
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi cybercrime:
1. Computer
Related Crime (CRC) harus dikriminalisasikan.
2. Diperlukan
hukum acara yang tepat untuk penyidikan dan penuntutan terhadap penjahat
mayantara (cyber criminals).
3. Harus ada
kerja antara pemerintah dan industri terhadap tujuan umum pencegahan dan
penaggulanagn kejahatan komputer agar internet menjadi aman.
4. Diperlukan
kerjasama internasional untuk menelusuri atau mencari para penjahat internet.
5. PBB harus
mengambil langkah atau tindak lanjut yang berhubungan dengan bantuan dan kerja
sama teknis dalam penaggulangan computer related crime (CRC).
6. Mengembangkan
tindakan-tindakan pencegahan dan pengamanan komputer.
7. Melakukan
langkah-langkah untuk membuat peka warga masyarakat, aparat pengadilan dan
penegak hukum, terhadap pentingnya pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan
komputer.
8. Melakukan
upaya-upaya pelatihan (training) bagi para hakim, pejabat dan para penegak
hukum mengenai kejahatan ekonomi dan cyber crime.
9. Mengembangkan
penelitian dan analisis lebih lanjut guna menemukan cara-cara baru menghadapi
problem Cyber Crime pada masa yang akan datang.
Selasa, 19 Juni 2012
causative verb
Causative verb
Pengertian:
Causative verb menunjukkan bahwa seseorang/sesuatu secara tidak langsung
bertanggung jawab terhadap sebuah tindakan. Subjek tidak melakukan tindakan itu
sendiri, tetapi justru menyebabkan seseorang/sesuatu yang lain melakukannya.
Rumus:
- Let
[let +
person + verb]
- Make
[make +
person + verb]
- Have
[have +
person + verb]
- Get
[get +
person + to + verb]
Exercise:
Complete the
sentences below using correct form of the verbs “let”, “make”, “have”, and “get”
1.
Yesterday
we ..... a good time
Answer : had
2.
Tomorrow
I will ..... a very
pleasant surprise.
Answer : have
3.
She
..... her children do their homework.
Answer : made
4.
Please
..... your secretary fax me the
information.
Answer : have
5.
Rina
..... her son to take the medicine even though it tasted terrible.
Answer : got
6.
I
..... my young brother cut my hair
Answer : have
7.
Dr.
Riechal..... his nurse take the patient's temperature.
Answer : had
8.
The
government TV commercials are trying to ..... people to stop smoking.
Answer : get
9.
I ..... the mechanic to check my
brakes.
Answer : got
10. Will your
parents .....
you going with me?
Answer : let
11. My father .....
me choose my own future carrier.
Answer : let
12. The woman .....
her daughter eat up the
tomatoes.
Answer : made
13. The manager .....
her staff work hard.
Answer : made
14. She .....
her parents to buy her a tennis
racket.
Answer : got
15. Leo .....
the money saved in the bank.
Answer : got
16. Sad movies
...... me cry.
Answer : make
17. The robber .....
the teller give him the money.
Answer : made
18. The lecture .....
the students leave class early.
Answer : let
19. Roy ..... Rere drive his car
Answer : let
20. Dery ..... Mike borrow his motorcycle.
Answer : let
References:
Minggu, 03 Juni 2012
Targeting the Tobacco Industry’s Influence in Indonesia
Indonesia’s weak regulations on
cigarette sales and advertising make it the last remaining haven for the
international tobacco industry, says a consumer protection activist marking
World No Tobacco Day.
TulusAbadi, manager of the Indonesian
Consumer Protection Foundation (YLKI), pointed out on Wednesday that although
China and India had more smokers than Indonesia, the latter was the only
country in the Asia-Pacific region not to have ratified the World Health
Organization Framework Convention on Tobacco Control.
That lumps Indonesia in a group of just
11 countries, alongside Somalia and Zimbabwe, that have not ratified the FCTC.
This, Tulus said, was because the
country’s powerful tobacco lobby was hard at work undermining the government’s
tobacco control policies.
“Take, for instance, Government
Regulation No. 81 of 1999,” he said. “That contained quite a spectacular
clause, one that banned tobacco advertising on electronic media.”
The regulation was issued by
FaridAnfasaMoeloek, the health minister under President B.J. Habibie and a
prominent tobacco-control activist. It was maintained under President
Abdurrahman “Gus Dur” Wahid, but promptly repealed when Megawati Sukarnoputri
became president.
Tulus said other indications of the
tobacco industry’s interference could be seen in the omission of nicotine from
a list of addictive substances in the 1992 Health Law; in constitutional
reviews filed against regional bylaws on smoking-free zones; and in delays to
the planned issuance of a government regulation on tobacco control.
The theme for this year’s World No
Tobacco Day, which falls today, is Tobacco Industry Interference. The WHO says
the campaign “will focus on the need to expose and counter the tobacco
industry’s brazen and increasingly aggressive attempts to undermine the FCTC
because of the serious danger they pose to public health.”
“The tobacco industry has used its
economic power, lobbying and marketing machinery, and manipulation of the media
to discredit scientific research and influence governments in order to
propagate the sale and distribution of its deadly product,” the organization
says.
“Furthermore, the tobacco industry
continues to inject large philanthropic contributions into social programs
worldwide to create a positive public image under the guise of corporate social
responsibility.”
SamleePlianbangchang, director of the
WHO’s Southeast Asia region, said in a statement released on Wednesday that
governments in the region needed to do more to tackle this interference,
particularly in light of the marketing methods being employed by the tobacco
industry.
One in 10 schoolchildren in the region
is offered free tobacco products, he said, while in some countries tobacco
companies are suing governments over restrictions on cigarette packaging, on
the grounds that their freedom of expression is being violated.
Tulus said there are other more subtle
ways that the industry gets its message across, including via corporate social
responsibility programs and scholarships.
He argued that as a “harmful industry,”
big tobacco should not be allowed to carry out CSR programs. CSR, he said, was
meant to show a company’s responsibility to the local people and one of its key
values was compliance with the law.
“But we all know that the tobacco
industry is the least compliant when it comes to the regulations,” Tulus said.
AristMerdekaSirait, chairman of the
National Commission for Child Protection (KomnasAnak), said that while he was
not opposed to tobacco companies doing CSR, he objected to use of their brands
in the programs.
“If they are sincere in helping others,
people don’t have to know that the help came from a cigarette company,” he
said.
He argued that CSR, charity work or
scholarships from big tobacco were no different from advertisements.
“If [the brands] continue to be
mentioned, it will be planted in our children’s minds that cigarette companies
are good.”
But HasanAoni Aziz Us, from the
Association of Indonesian Cigarette Producers (Gappri), said tobacco companies
should not be discouraged from doing valuable work through CSR.
“Every year, there is never enough
funding from the state budget or regional budget for development,” he said
recently. “Cigarette companies help fill that hole.”
Sumber :http://www.thejakartaglobe.com/news/targeting-the-tobacco-industrys-influence-in-indonesia/521224
Comment :
Weak
regulation in the sale and advertising of cigarettes in Indonesia and the opportunity
to make excellent profits for the international tobacco
industry. Government Regulation Number 81 Year 1999, which
prohibits tobacco advertising in electronic media, this time as
neglected by the government. This illustrates that
as the country's powerful
tobacco lobby is
working hard to undermine the
government tobacco control
policy.
An industry
say that the tobacco industry has used its economic power, lobbying and
marketing machinery, and media manipulation to discredit scientific research
and government influence to spread the sale and distribution of products that
kill. And the tobacco industry continues to inject large philanthropic
contributions into social programs around the world to create a positive public
image under the guise of corporate social responsibility.
The more
dangerous, methods of marketing that made the
tobacco industry is not very good. They distribute
free tobacco products
to one of 10 school children in
the region. and the more disappointing that the
tobacco industry to provide
assistance, charity work and scholarship using
massive advertising and brand to include them
in the program. Should, if they are sincere
in helping others, people do not have to know
that help is
coming from a
tobacco company. And if the
brand continues to mention, it will be
planted in the minds of our children that tobacco
companies are good.
Jakarta to Build 33 Alternative Gas Stations This Year
State gas distributor Perusahaan Gas
Negara aims to construct 33 gas stations for alternative gas-based fuel in
Jakarta to support the government’s newly-launched fuel-saving campaign.
There are already nine such stations,
known as SPBG, in Jakarta, PGN director JobiTriananda during a discussion on
energy saving in Jakarta on Saturday. Instead of kerosene and diesel, the SPBG
stations provide a compressed-natural-gas-based fuel called BBG.
The new stations would support the
government’s promotion of alternative fuel, part of President
SusiloBambangYudhoyono’s drive to cut down the use of subsidized fuel.
“This year we will build 33 SPBGs, and
next year we will try to build even more,” Jobi said.
Echoing a statement on Friday by
Transportation Minister E. E. Mangindaan, Jobi said public transportation
systems such as TransJakarta buses would be prioritized in the conversion
program.
Mangindaan has said the government would
provide free conversion kits to support the shift. He has also asked state oil
and gas firm Pertamina to equip their gas stations with gas dispensers.
Jobi said private car owners were
expected to follow suit.
“We’re seeking to make SPBGs available
everywhere so that people will try cheaper and more environmentally-friendly
fuel,” he said.
Sumber :http://www.thejakartaglobe.com/home/jakarta-to-build-33-alternative-gas-stations-this-year/521785
Comment :
Construction
of 33 gas stations for gas-based
fuel in Jakarta
is very good. This
is done to support government
efforts to save fuel. In Jakarta there
are nine stations,
known as SPBG.
This new station will support the government's promotion of alternative fuels, part of the impulse of
President Susilo Bambang Yudhoyono to cut subsidized
fuel use. Public transport system
which preferred in
the conversion program is TransJakarta Bus.
This activity is very good and aims to help people in order to try and maybe switch to gas-based
fuel that is cheaper and environmentally friendly. Especially
because of the availability of fuel
oil (BBM) is
stretched thin. And also to reduce state expenditures, by reducing fuel subsidies.
Langganan:
Postingan (Atom)