Kamis, 13 Juni 2013

PEMBINAAN KEBANGSAAN INDONESIA


 Konsep dan definisi Kebangsaan Indonesia

Sebelum mengupas akar-akar masalah kebangsaan Indonesia, nampaknya lebih baik direnungkan konsep 'nation' atau 'bangsa' itu sendiri, dan ditawarkan sebuah definisi baru yang lebih berfaedah.
Ernest Renan (1882)
Dalam suatu persfektif, tulisan Ernest Renan (1882/1994) yang terbit pada tahun 1882 yang menguraikan apa itu bangsa masih menemukan konteksnya. Tulisan itu kini menjadi klasik dalam perkembangan tentang gagasan nasionalisme itu. Sebuah bangsa, begitu menurut Renan, adalah produk dari ikhtiar, pengorbanan, dan dedikasi yang lama. Pada intinya sebuah bangsa, lanjutnya, memiliki kejayaan masa lalu yang sama, kehendak bersama disaat ini, juga telah melakukan hal-hal besar bersama-sama, dan hasrat untuk melakukan hal-hal besar lagi bersama. Sebuah bangsa adalah solidaritas agung (grand solidarity) yang terbentuk dari pengorbanan yang telah dilakukan serta keinginan melakukannya lagi. Sebuah bangsa memang memiliki masa lalu, tetapi sebuah bangsa terutama memperbarui dirinya sendiri kini dengan tindakan nyata : Kesetujuan, hasrat untuk melanjutkan hidup secara bersama-sama.
Nasion, ditambahkan Renan juga adalah suatu kesatuan solidaritas, kesatuan yang terdiri atas manusia-manusia yang saling merasa bersetiakawan dengan satu sama lain. Menurutnya juga nasion merupakan suatu jiwa, suatu asas spiritual….ia adalah suatu kesatuan solidaritas yang besar, tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah dibuat di masa lampau dan yang oleh manusia-manusia yang bersangkutan beserta dibuat di masa depan. Nasion mempunyai masa lampau, tetapi ia melanjutkan dirinya pada masa kini melalui suatu kenyataan yang jelas : yaitu kesepakatan, keinginan yang dikemukakan dengan nyata untuk terus hidup bersama.
Oleh sebab itu suatu nasion tidak tergantung, pada kesamaan asas ras, suku bangsa, agama, bahasa, geografi, atau hal-hal lain yang sejenis. Kehadiran suatu nasion adalah suatu kesepakatan bersama yang seolah-olah terjadi setiap hari antara manusia-manusia yang bersama-sama mewujudkan nasion yang bersangkutan.
Soekarno
Pendiri bangsa kita Soekarno memberikan sebuah pernyataan mengenai ' Bangsa' dengan menegaskan bahwa "Bangsa itu adalah suatu perangai yang terjadi dari persatuan hal –ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu". Nasionalisme itu jalan suatu itikad, suatu keinsafan rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu "bangsa"!. Rasa Nasionalistis itu menimbulkan suatu rasa percaya akan diri sendiri, rasa yang mana adalah perlu sekali untuk mempertahankan diri di dalam perjuangan menempuh keadaan-keadaan, yang mau mengalahkan kita.
Rasa percaya akan diri sendiri inilah yang member keteguhan hati pada kaum Boedi Oetomo dalam usahanya mencari Jawa – Besar, rasa percaya akan diri sendiri inilah yang menimbulkan ketetapan hati pada kaum revolusioner – nasionalis dalam perjuangannya mencari Hindia Besar atau Indonesia – Merdeka adanya.
Apakah rasa nasionalisme, yang oleh kepercayaan akan diri sendiri itu, begitu gampang menjadi kesombongan – bangsa. Dan begitu gampang mendapat tingkatnya yang kedua, ialah kesombongan – ras, walaupun faham ras itu ada suatu faham biologis, sedang nationaliteit itu suatu faham sosiologis (ilmu pergaulan hidup), - apakah nasionalisme itu dalam politik kolonial bisa rapat-diri dengan Marxisme yang internasional, interasial itu? Dengan ketetapan hati kita menjawab : bisa! Sebab, walaupun nasionalisme itu dalam hakekatnya mengecualikan segala pihak yang tak ikut mempunyai "keinginan hidup menjadi satu dengan rakyat itu, walupun nasionalisme itu sesungguhnya mengecilkan segala golongan yang tidak merasa "Suatu golongan, satu bangsa" dengan perangai yang terjadinya tidak "dari persatuan hal –ihwal yang dijalani oleh rakyat itu" – maka tak boleh kita lupa, bahwa manusia-manusia yang menjadikan pergerakan Islamisme dan pergerakan Marxisme di Indonesia – kita ini, dengan manusia-manusia yang menjalankan pergerakan nasionalisme itu semuanya mempunyai "keinginan hidup menjadi satu";  - bahwa mereka dengan kaum nasionalis itu merasa "satu golongan, satu bangsa "; - bahwa segala pihak dari pergerakan kita ini, baik nasionalis maupun Islamis, maupun pula Marxis, beratus-ratus tahun lamanya ada "persatuan hal-ihwal", berates-ratus tahun lamanya sama-sama bernasib tak merdeka!
Hatta
" Bangsa Indonesia" dan "Kebangsaan" adalah sebuah kesatuan program, yang bertolak dari kesadaran akan keharusan sejarah dan keyakinan akan kesamaan harkat kemanusiaan. "Bangsa" bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya tetapi sebuah sikap batin, sebuah a state of mind, dan sebuah keyakinan, yang dibina dan dipupuk, bahwa " Kita yang merasa senasib" dan sebagainya adalah "Satu bangsa". Bangsa adalah sebuah dari pengakuan yang subyektif. Tetapi lebih dari pada itu Bangsa dan rasa kebangsaan adalah dorongan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, bukan untuk kembali ke masa lalu yang telah dimitologikan sebagai "Zaman gemilang". Karena itulah bagi Hatta bangsa hanya akan bisa tumbuh jika ia dibina di atas landasan "Kedaulatan rakyat". Tak ubahnya dengan konsep bangsa, kedaulatan rakyat adalah sebuah program yang bertolak dari sebuah keyakinan, bahwa manusia ini sederajat, karena itu sama-sama mempunyai hak untuk mengatur corak hidup bersama. Meskipun demikian bukan berarti kedaulatan rakyat yang dicita-citakan itu bertolak dari individualism, yang menjadikan orang seorang sebagai ukuran segala sesuatu, tetapi dari kesadaran kolektivisme. Maka ia pun menjadikan kehidupan sosial desa tradisional yang organik sebagai referensi awal.
Kolektivisme desa yang demokratis, menurutnya, mempunyai tiga pranata yang utama. Pertama, pranata musyawarah, masalah bersama dibicarakan bersama dan diputuskan bersama. Kedua, pranata protes-massa, jika saja keputusan penguasa tak bisa diterima, maka penduduk dibenarkan untuk melancarkan protes sebagai tanda ketidaksetujuan mereka. Ketiga, pranata gotong royong dan tolong menolong. Ketiga ciri ini saling mendukung dan saling mengisi. Musyawarah adalah awal dari pengambilan keputusan, tetapi pelaksanaannya selalu dimungkinkan untuk dikontrol.
Dalam suasana ini bisa saja antara penguasa yaitu mereka yang dipercayakan untuk mengurus kepentingan bersama, dan rakyat, yaitu mereka yang telah memberikan kepercayaan, berada dalam dua kubu yang bertentangan. Tetapi konsep tolong-menolong dan gotong royong menetralisir kemungkinan hubungan yang bercorak anti-tesis ini. Dalam suasana ini perimbangan dari berbagai kepentingan akan bisa terjaga. Kolektivitas menjaga kemungkinan berkembangnya individu, sebaliknya keterikatan individu kepada ikatan kolektifnya akan menjadikan kolektivitas bertambah kuat. No man is an island, orang asing mengatakan, semua orang adalah bagian dari masyarakatnya, sebaliknya masyarakat hanyalah mungkin ada jika ia tumbuh sebagai pengikat individu.
Demokrasi – desa seperti ini bisa saja merupakan sebuah ideal – type, sebuah bentukan analitis yang dibangun dengan menjadikan setiap unsure pada bentuknya yang paling sempurna, dan ia pun sadar bahwa demokrasi desa tak mungkin bisa disalin begitu saja ke dalam konteks sebuah negara kebangsaan yang modern. Dalam bentuk yang diajukannya, pembedaan antara "masyarakat", sebagai wilayah nilai, dan "negara", sebagai wilayah kekuasaan, belum terdapat. Juga belum pula ada pembedaan antara "bangsa", sebagai unsure yang mempunyai hak dan kewajiban dalam konteks kenegaraan. Namun begitu bagi Hatta kolektivisme bukanlah lebih dulu baru dilihat sebagai bentukan sosial politik, tetapi sebagai paradigm ideologis. Jadi, kalau begitu kolektivisme sama saja halnya dengan individualism, yang juga sebuah paradigm ideologis. Dalam konteks kedaulatan rakyat ini, maka kolektivisme adalah anti-tesis dari individualism. Dengan konsep kolektivisme ia membayangkan sebuah tatanan sosial dan politik yang berdasarkan kepentingan bersama dan persaudaraan. Dalam kolektivitas ini kesadaran akan tanggung jawab dipupuk dan pribadi yang mempunyai karakter dibina, sebaliknya "jiwa budak" dihapuskan.

Paham Kebangsaan, Pluralisme dan Kemerdekaan

     Bangsa atau nation Indonesia tidak didasarkan atas persamaan kelahiran, kesukuan, asal-usul, keturunan, kedaerahan, ras ataupun keagamaan, tetapi didasarkan atas persamaan perasaan kebangsaan Indonesia, serta kehendak untuk hidup bersatu di tanah air Indonesia sebagai suatu bangsa, untuk bersama-sama berjuang mencapai cita-cita kebangsaan. Kebangsaan Indonesia tidak berkonotasi etnis/politis. Pada kenyataannya kemerdekaan Indonesia tergapai karena adanya faktor persatuan bangsa yang begitu kuat.
Selain persatuan, pluralism (kemajemukan) merupakan substansi utama paham kebangsaan. kebangsaan Indonesia secara sadar mengakui adanya pluralisme. Kenyataan menunjukkan bahwa warga negara Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa, golongan dan keturunan, yang memiliki cita-cita lahiriah, kepribadian dan kebudayaan yang berbeda-beda. Inilah kebhinnekaa, melainkan melestarikan dan mengembangkan kebhinnekaan sebagai dasarnya.
Kebangsaan telah mengantarkan bangsa Indonesia kepda kemerdekaan. Tetapi kemerdekaan baru merupakan jembatan emas untuk menuju cita-cita kebangsaan secara utuh, yakni terciptanya masyarakat adil dan makmur. Kemerdekaan menandai pergulatan baru bangsa Indonesia. Kemerdekaan telah mengubah struktur atau tatanan masyarakat Indonesia, dari struktur penajahan ke struktur kemerdekaan atau kebangsaan. Rakyat terjajah menjadi rakyat merdeka. Dalam rakyat yang merdeka itu tidak ada pembagian berdasarkan kelas-kelas. Tidak ada rakyat kelas satu dan kelas dua. Semua sama kedudukannya di muka hukum.
Zaman kemerdekaan menghadirkan tantangan aktualisasi paham kebangsaan. Kemerdekaan pada dasarnya memberikan kebebasan untuk berkembang dan memilih sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan, baik karena alas an situasional maupun prinsipiil. Alasan inilah yang memungkinkan terjadinya aneka ragam dan perbedaan wujud aktualisasi kebangsaan. Dengan pertimbangan itu, bangsa Indonesia didorong untuk melakukan pilihan-pilihan. Kenyataan zaman kemerdekaan mengajarkan bahwa pada akhirnya tidak semua pilihan itu menyajikan keberhasilan. Ini semua merupakan pengalaman yang tiada nilainya bagi bangsa Indonesia. Paham kebangsaan telah memberikan peluang bagi kebebasan bangsa Indonesia menentukan pilihan-pilihannya sendiri dalam menggapai cita-cita menciptakan kemakmuran dan keadilan.
Pilihan-pilihan memang acapkali tidak mudah dilakukan. Perbedaan kepentingan, orientasi maupun ideologi bisa menjadi faktor yang menyebabkan kesepakatan bersama menentukan pilihan tidak mudah dicapai. Dan inilah yang menandai berbagai tahapan perjalanan bangsa dan negara Indonesia, dari demokrasi liberal, ke demokrasi terpimpin, ke demokrasi Pancasila, dan sekarang ini zaman reformasi. Meskipun perpindahan dari satu zaman ke zaman lain dapat dipandang sebagai masa penggemblengan ataupun pengujian semangat kebangsaan untuk menemukan format nasional, nampaknya proses character and national building di Indonesia akan tetap berlangsung terus. Zaman berubah, masyarakat berkembang, tuntutan dan kebutuhan
Tantangan kita dewasa ini jelas adalah globalisasi. Globalisasi terjadi, karena pada akhir abad XX ini, teknologi komunikasi, mass-komunikasi, tele-komunikasi berkembang dahsyat, maju sangat pesat hingga diluar jangkauan imajinasi manusia sebelumnya. Waktu menjadi sangat singkat, dunia menjadi menciut sehingga tidak lagi bisa diusahakan splendid isolation di bidang apapun. Bahkan beberapa waktu yang lalu dinyatakan sudah bahwa era globalisasi merupan the end of nation-state. Manusia bebas berhubungan satu dengan yang lain. Batas-batas teritorial negara tidak lagi mampu menghalangi komunikasi global. Bahkan kekuasaan negara seperti kehilangan dayanya mengontrol, menguasai dan mengawasi warga negaranya. Dunia boleh dikatakan mengalami masa pancaroba. Perubahan besar-besaran dan fundamental melanda dunia, melingkupi bukan hanya bangunan negara tetapi juga orang-orang yang ada di dalamnya.
Ini membingungkan, dan bisa dengan mudah membuat orang terombang-ambing. Apa yang harus menjadi pegangan dalam menentukan pilihan  menjadi tidak jelas, bukan karena tidak ada acuannya, melainkan karena begitu banyak ditawarkan beragam acuan. Tiada lagi monopoli orientasi bisa ditawarkan oleh negara, komunita-komunitas sosial maupun politik. Semuanya Nampak menjadi relative. Jadi, berlangsung suasana goro-goro di seluruh dunia, termasuk tentu di Indonesia. Dalam suasana atau era seperti ini, yang memegang peranan penting adalah rakyat (people's power), baik demokrasi ataupun anarki.
Demokrasi menjadi pilihan karena akan menjadi bingkai dimana orang-orang bersepakat secara bersama-sama menentukan pilihan-pilihan bersama. Sebaliknya, anarki akan terjadi justru pada saat kekuatan rakyat gagal menemukan ataupun menyepakati bingkai untuk kebersamaannya, karena masing-masing mengandalkan dan yakin atas orientasinya sendiri-sendiri.
Pergeseran nilai-nilai sosial budaya ini juga terjadi pada tataran kehidupan individual. Manusia Indonesia, terutama generasi muda, akan lebih bersifat individualis, kalaupun tidak menganut paham individualisme. Mereka membawa sifat-sifat lain yang diturunkan dari proses pergeseran nilai dari kolektivitas ke individualitas tersebut. Keadaan ini mencakup aspek-aspek positif maupun aspek-aspek negatif dari individualitas itu.
Sebenarnya yang menjadi tuntutan perubahan atau pergeseran nilai-nilai sosial budaya itu adalah perlunya ditegakkan kejujuran (truthfulness) dan keadilan (justice). Tuntutan-tuntutan ini bukan barang baru. Termasuk dalam tuntutan ini adalah transparansi atau keterbukaan dalam proses menegakkan kejujuran dan keadilan itu. Selama tuntutan-tuntutan ini tidak terwujudkan, di bawah rezim apa pun pergolakan ataupun instabilitas akan terus terjadi. Semakin nilai-nilai dan proses-proses tersebut ditinggalkan semakin dahsyat pergolakannya.
Nilai-nilai lain yang dianggap mengganggu perkembangan bangsa adalah feodalisme, yang kemudian menjadi paternalism, lalu menjelma menjadi totalitarianism dan otoritarianisme. Semenjak proklamasi Bung Karno mensinyalir hambatan-hambatan itu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang demokratis. Karena itu, dalam ajaran "anti" – nya Bung Karno mencanangkan bahwa: "Revolusi Indonesia adalah Revolusi yang anti : Imperialisme, Kapitalisme, Feodalisme dan Rasialisme."
Kita menyadari bahwa jalan masih panjang guna menegakkan Rule of Law dan melangsungkan proses demokratisasi. Banyak aturan-aturan dasar harus diperbaharui, dan aturan-aturan baru perlu dirumuskan bersama-sama. Sekarang kita benar-benar berada dalam masa transisi dari suatu era yang mungkin bisa dikatakan penuh manipulasi ke era yang jujur, terbuka atau transparan yang mengundang keterlibatan seluruh warga negara. Ini perlu ditekankan, ditegaskan untuk menyatakan bahwa did ala era transisi ini sepantasnya kita menghindarkan diri dari sikap-sikap deterministic, serta arogan karena memiliki kekuasaan. Kita perlu rendah hati untuk dapat menerima keterlibata orang lain. Kesadaran atas kenyataan ini pada dasarnya mengantarkan kita kepada gagasan perlunya constitutional reform (reformasi konstitusi) yang mendasar, tetapi sekaligus juga proses reformasi konstitusi yang transparan demi keterlibatan seluruh warga negara dan warga masyarakat Indonesia.

Pengertian wawasan nusantara

Pengertian Wawasan Nusantara Terdapat dua kata dalam memahami pengertian wawasan nusantara, yaitu terdiri dari kata wawasan dan nusantara. Wawasan berasal dari kata mawas, yang berarti melihat, meninjau, meneliti, mengamati atau memandang. Wawasan dapat berarti pandangan. Sedangkan nusantara, terdiri dari kata nusa dan antara. Nusa, adalah kepulauan dan antara, adalah jarak, maksudnya jarak dari pulau ke pulau. Jadi nusantara dapat diartikan sebagai wilayah yang terdiri dari pulau-pulau. Karena itu Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau sering disebut sebagai negeri nusantara. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa wawasan nusantara dapat diartikan sebagai; cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya yang terdiri dari pulau-pulau. Sejalan dengan pengertian di atas, dalam suatu lokakarya Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional di Lemhanas pada Januari tahun 2000 mengemukakan bahwa; "Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai Negara kepulauan dengan semua aspek kehidupannya yang beragam.
  1. Apa paham kebangsaan, rasa kebangsaan, dan semangat kebangsaan ?
Faham kebangsaan adalah : Faham, aliran, pendirian, atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dengan mewujudkan cita-cita nasional yang telah disepakati. Kecintaan itu dilandasi oleh kesadaran para anggota bangsa tersebut untuk secara bersama-sama ingin mencapai cita-cita, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, serta mewujudkan kemakmuran dan kekuatan sebagai satu bangsa. Dari sinilah lahirnya semangat kebangsaan. Dari kecintaan yang tumbuh menjadi semangat dan cita-cita akan idealisme untuk mempertahankan bangsa dan negara itulah lahirlah 'Patriotisme'. Karena itu nasionalisme akan punya arti bagi perjuangan suatu bangsa untuk mewujudkan keinginan, cita-cita atau ide bersama, yang secara populer disebut 'Cita-cita Nasional', bila nasionalisme itu didukung oleh semangat patriotisme yang kuat.
    Rasa kebangsaan adalah salah satu bentuk rasa cinta yang melahirkan jiwa kebersamaan pemiliknya. Untuk satu tujuan yang sama, mereka membentuk lagu, bendera, dan lambang. Untuk lagu ditimpali dengan genderang yang berpengaruh dan trompet yang mendayu-dayu sehingga lahirlah berbagai rasa. Untuk bendera dan lambang dibuat bentuk serta warna yang menjadi cermin budaya bangsa sehingga menimbulkan pembelaan yang besar dari pemiliknya.
Semangat kebangsaan atau nasionalisme, merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dielakkan. Dari semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban, dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa. Semangat rela berkorban adalah kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk merdeka. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya, selain memiliki semangat rela berkorban, juga harus didukung dengan jiwa patriotik yang tinggi. Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, manakala orang tersebut tahu untuk apa mereka berkorban.
  1. Jelaskan pengertian wawasan kebangsaan ?
Wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia yang mencakup pola pikir dan pola sikap bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengenai diri dan ideologinya yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, melindungi segenap warga negara RI, mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta berperan aktif dalam pergaulan dunia.
 
  1. Jelaskanpengertian wawasan nusantara ?
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
 
  1. Peran apa yang dapat dilakukan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa dalam menanggulangi kondisi Negara yang diperlukan saat ini ?
Yaitu dengan belajar dengan sungguh - sungguh agar dapat menjadi penerus bangsa yang dapat membanggakan bangsanya. Dan juga rela berkorban untuk negaranya sesuai dengan kemampuan masing - masing.
 
  1. Pada akhir - akhir ini tindakan mahasiswa di lingkungan kampus -  kampus (demo, anarkis, perkelahian, judi, narkoba, dsb) tertuntu cukup memprihantinkan, yang dapat menggangu proses belajar mengajar. Tindakan apa yang perlu untuk mengatasi hal - hal yang tidak semestinya ?
Dengan mengembangkan sikap saling asah, asih, dan asuh, maka kebersamaan
sebagai bangsa akan terjalin indah. Karena itu nilai dan makna terdalam dari asah,asih, dan asuh tersebut, hendaknya dapat menjadi basis motivasi dalam kehidupan masyarakat kita yang pada gilirannya dapat mengembangkan wawasan kebangsaan Indonesia.

 
    Sumber :
http://zainaliqbal01.blogspot.com/2011/04/pembinaan-kebangsaan-indonesia.html