Konsep dan definisi Kebangsaan Indonesia
Sebelum mengupas akar-akar masalah
kebangsaan Indonesia, nampaknya lebih baik direnungkan konsep 'nation'
atau 'bangsa' itu sendiri, dan ditawarkan sebuah definisi baru yang lebih
berfaedah.
Ernest Renan (1882)
Dalam suatu persfektif, tulisan
Ernest Renan (1882/1994) yang terbit pada tahun 1882 yang menguraikan apa itu
bangsa masih menemukan konteksnya. Tulisan itu kini menjadi klasik dalam
perkembangan tentang gagasan nasionalisme itu. Sebuah bangsa, begitu menurut
Renan, adalah produk dari ikhtiar, pengorbanan, dan dedikasi yang lama. Pada
intinya sebuah bangsa, lanjutnya, memiliki kejayaan masa lalu yang sama,
kehendak bersama disaat ini, juga telah melakukan hal-hal besar bersama-sama,
dan hasrat untuk melakukan hal-hal besar lagi bersama. Sebuah bangsa adalah
solidaritas agung (grand solidarity) yang terbentuk dari pengorbanan
yang telah dilakukan serta keinginan melakukannya lagi. Sebuah bangsa memang
memiliki masa lalu, tetapi sebuah bangsa terutama memperbarui dirinya sendiri
kini dengan tindakan nyata : Kesetujuan, hasrat untuk melanjutkan hidup secara
bersama-sama.
Nasion, ditambahkan Renan juga
adalah suatu kesatuan solidaritas, kesatuan yang terdiri atas manusia-manusia
yang saling merasa bersetiakawan dengan satu sama lain. Menurutnya juga nasion
merupakan suatu jiwa, suatu asas spiritual….ia adalah suatu kesatuan
solidaritas yang besar, tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah dibuat di
masa lampau dan yang oleh manusia-manusia yang bersangkutan beserta dibuat di
masa depan. Nasion mempunyai masa lampau, tetapi ia melanjutkan dirinya pada
masa kini melalui suatu kenyataan yang jelas : yaitu kesepakatan, keinginan
yang dikemukakan dengan nyata untuk terus hidup bersama.
Oleh sebab itu suatu nasion tidak
tergantung, pada kesamaan asas ras, suku bangsa, agama, bahasa, geografi, atau
hal-hal lain yang sejenis. Kehadiran suatu nasion adalah suatu kesepakatan
bersama yang seolah-olah terjadi setiap hari antara manusia-manusia yang
bersama-sama mewujudkan nasion yang bersangkutan.
Soekarno
Pendiri bangsa kita Soekarno
memberikan sebuah pernyataan mengenai ' Bangsa' dengan menegaskan bahwa
"Bangsa itu adalah suatu perangai yang terjadi dari persatuan hal –ikhwal
yang telah dijalani oleh rakyat itu". Nasionalisme itu jalan suatu itikad,
suatu keinsafan rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu
"bangsa"!. Rasa Nasionalistis itu menimbulkan suatu rasa percaya akan
diri sendiri, rasa yang mana adalah perlu sekali untuk mempertahankan diri di
dalam perjuangan menempuh keadaan-keadaan, yang mau mengalahkan kita.
Rasa percaya akan diri sendiri
inilah yang member keteguhan hati pada kaum Boedi Oetomo dalam usahanya mencari
Jawa – Besar, rasa percaya akan diri sendiri inilah yang menimbulkan ketetapan
hati pada kaum revolusioner – nasionalis dalam perjuangannya mencari Hindia
Besar atau Indonesia – Merdeka adanya.
Apakah rasa nasionalisme, yang oleh
kepercayaan akan diri sendiri itu, begitu gampang menjadi kesombongan – bangsa.
Dan begitu gampang mendapat tingkatnya yang kedua, ialah kesombongan – ras,
walaupun faham ras itu ada suatu faham biologis, sedang nationaliteit itu suatu
faham sosiologis (ilmu pergaulan hidup), - apakah nasionalisme itu dalam
politik kolonial bisa rapat-diri dengan Marxisme yang internasional,
interasial itu? Dengan ketetapan hati kita menjawab : bisa! Sebab, walaupun
nasionalisme itu dalam hakekatnya mengecualikan segala pihak yang tak ikut
mempunyai "keinginan hidup menjadi satu dengan rakyat itu, walupun
nasionalisme itu sesungguhnya mengecilkan segala golongan yang tidak merasa
"Suatu golongan, satu bangsa" dengan perangai yang terjadinya tidak
"dari persatuan hal –ihwal yang dijalani oleh rakyat itu" – maka tak
boleh kita lupa, bahwa manusia-manusia yang menjadikan pergerakan Islamisme dan
pergerakan Marxisme di Indonesia – kita ini, dengan manusia-manusia yang
menjalankan pergerakan nasionalisme itu semuanya mempunyai "keinginan hidup
menjadi satu"; - bahwa mereka dengan kaum nasionalis itu merasa
"satu golongan, satu bangsa "; - bahwa segala pihak dari pergerakan
kita ini, baik nasionalis maupun Islamis, maupun pula Marxis, beratus-ratus
tahun lamanya ada "persatuan hal-ihwal", berates-ratus tahun lamanya
sama-sama bernasib tak merdeka!
Hatta
" Bangsa Indonesia" dan
"Kebangsaan" adalah sebuah kesatuan program, yang bertolak dari
kesadaran akan keharusan sejarah dan keyakinan akan kesamaan harkat
kemanusiaan. "Bangsa" bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya
tetapi sebuah sikap batin, sebuah a state of mind, dan sebuah keyakinan,
yang dibina dan dipupuk, bahwa " Kita yang merasa senasib" dan
sebagainya adalah "Satu bangsa". Bangsa adalah sebuah dari pengakuan
yang subyektif. Tetapi lebih dari pada itu Bangsa dan rasa kebangsaan adalah
dorongan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, bukan untuk kembali ke
masa lalu yang telah dimitologikan sebagai "Zaman gemilang". Karena
itulah bagi Hatta bangsa hanya akan bisa tumbuh jika ia dibina di atas landasan
"Kedaulatan rakyat". Tak ubahnya dengan konsep bangsa, kedaulatan
rakyat adalah sebuah program yang bertolak dari sebuah keyakinan, bahwa manusia
ini sederajat, karena itu sama-sama mempunyai hak untuk mengatur corak hidup
bersama. Meskipun demikian bukan berarti kedaulatan rakyat yang dicita-citakan
itu bertolak dari individualism, yang menjadikan orang seorang sebagai ukuran
segala sesuatu, tetapi dari kesadaran kolektivisme. Maka ia pun menjadikan
kehidupan sosial desa tradisional yang organik sebagai referensi awal.
Kolektivisme desa yang demokratis,
menurutnya, mempunyai tiga pranata yang utama. Pertama, pranata musyawarah,
masalah bersama dibicarakan bersama dan diputuskan bersama. Kedua, pranata
protes-massa, jika saja keputusan penguasa tak bisa diterima, maka penduduk
dibenarkan untuk melancarkan protes sebagai tanda ketidaksetujuan mereka.
Ketiga, pranata gotong royong dan tolong menolong. Ketiga ciri ini saling
mendukung dan saling mengisi. Musyawarah adalah awal dari pengambilan
keputusan, tetapi pelaksanaannya selalu dimungkinkan untuk dikontrol.
Dalam suasana ini bisa saja antara
penguasa yaitu mereka yang dipercayakan untuk mengurus kepentingan bersama, dan
rakyat, yaitu mereka yang telah memberikan kepercayaan, berada dalam dua kubu
yang bertentangan. Tetapi konsep tolong-menolong dan gotong royong menetralisir
kemungkinan hubungan yang bercorak anti-tesis ini. Dalam suasana ini
perimbangan dari berbagai kepentingan akan bisa terjaga. Kolektivitas menjaga
kemungkinan berkembangnya individu, sebaliknya keterikatan individu kepada
ikatan kolektifnya akan menjadikan kolektivitas bertambah kuat. No man is an
island, orang asing mengatakan, semua orang adalah bagian dari masyarakatnya,
sebaliknya masyarakat hanyalah mungkin ada jika ia tumbuh sebagai pengikat individu.
Demokrasi – desa seperti ini bisa
saja merupakan sebuah ideal – type, sebuah bentukan analitis yang dibangun
dengan menjadikan setiap unsure pada bentuknya yang paling sempurna, dan ia pun
sadar bahwa demokrasi desa tak mungkin bisa disalin begitu saja ke dalam
konteks sebuah negara kebangsaan yang modern. Dalam bentuk yang diajukannya,
pembedaan antara "masyarakat", sebagai wilayah nilai, dan
"negara", sebagai wilayah kekuasaan, belum terdapat. Juga belum pula
ada pembedaan antara "bangsa", sebagai unsure yang mempunyai hak dan
kewajiban dalam konteks kenegaraan. Namun begitu bagi Hatta kolektivisme
bukanlah lebih dulu baru dilihat sebagai bentukan sosial politik, tetapi
sebagai paradigm ideologis. Jadi, kalau begitu kolektivisme sama saja halnya dengan
individualism, yang juga sebuah paradigm ideologis. Dalam konteks kedaulatan
rakyat ini, maka kolektivisme adalah anti-tesis dari individualism. Dengan
konsep kolektivisme ia membayangkan sebuah tatanan sosial dan politik yang
berdasarkan kepentingan bersama dan persaudaraan. Dalam kolektivitas ini
kesadaran akan tanggung jawab dipupuk dan pribadi yang mempunyai karakter
dibina, sebaliknya "jiwa budak" dihapuskan.
Paham Kebangsaan, Pluralisme dan Kemerdekaan
Bangsa
atau nation Indonesia tidak didasarkan atas persamaan kelahiran, kesukuan,
asal-usul, keturunan, kedaerahan, ras ataupun keagamaan, tetapi didasarkan atas
persamaan perasaan kebangsaan Indonesia, serta kehendak untuk hidup bersatu di
tanah air Indonesia sebagai suatu bangsa, untuk bersama-sama berjuang mencapai
cita-cita kebangsaan. Kebangsaan Indonesia tidak berkonotasi etnis/politis.
Pada kenyataannya kemerdekaan Indonesia tergapai karena adanya faktor persatuan
bangsa yang begitu kuat.
Selain persatuan, pluralism
(kemajemukan) merupakan substansi utama paham kebangsaan. kebangsaan Indonesia
secara sadar mengakui adanya pluralisme. Kenyataan menunjukkan bahwa warga
negara Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa, golongan dan
keturunan, yang memiliki cita-cita lahiriah, kepribadian dan kebudayaan yang
berbeda-beda. Inilah kebhinnekaa, melainkan melestarikan dan mengembangkan
kebhinnekaan sebagai dasarnya.
Kebangsaan telah mengantarkan bangsa
Indonesia kepda kemerdekaan. Tetapi kemerdekaan baru merupakan jembatan emas
untuk menuju cita-cita kebangsaan secara utuh, yakni terciptanya masyarakat
adil dan makmur. Kemerdekaan menandai pergulatan baru bangsa Indonesia.
Kemerdekaan telah mengubah struktur atau tatanan masyarakat Indonesia, dari
struktur penajahan ke struktur kemerdekaan atau kebangsaan. Rakyat terjajah
menjadi rakyat merdeka. Dalam rakyat yang merdeka itu tidak ada pembagian
berdasarkan kelas-kelas. Tidak ada rakyat kelas satu dan kelas dua. Semua sama
kedudukannya di muka hukum.
Zaman kemerdekaan menghadirkan
tantangan aktualisasi paham kebangsaan. Kemerdekaan pada dasarnya memberikan
kebebasan untuk berkembang dan memilih sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan,
baik karena alas an situasional maupun prinsipiil. Alasan inilah yang
memungkinkan terjadinya aneka ragam dan perbedaan wujud aktualisasi kebangsaan.
Dengan pertimbangan itu, bangsa Indonesia didorong untuk melakukan
pilihan-pilihan. Kenyataan zaman kemerdekaan mengajarkan bahwa pada akhirnya
tidak semua pilihan itu menyajikan keberhasilan. Ini semua merupakan pengalaman
yang tiada nilainya bagi bangsa Indonesia. Paham kebangsaan telah memberikan
peluang bagi kebebasan bangsa Indonesia menentukan pilihan-pilihannya sendiri
dalam menggapai cita-cita menciptakan kemakmuran dan keadilan.
Pilihan-pilihan memang acapkali tidak
mudah dilakukan. Perbedaan kepentingan, orientasi maupun ideologi bisa menjadi
faktor yang menyebabkan kesepakatan bersama menentukan pilihan tidak mudah
dicapai. Dan inilah yang menandai berbagai tahapan perjalanan bangsa dan negara
Indonesia, dari demokrasi liberal, ke demokrasi terpimpin, ke demokrasi
Pancasila, dan sekarang ini zaman reformasi. Meskipun perpindahan dari satu
zaman ke zaman lain dapat dipandang sebagai masa penggemblengan ataupun
pengujian semangat kebangsaan untuk menemukan format nasional, nampaknya proses
character and national building di Indonesia akan tetap berlangsung terus.
Zaman berubah, masyarakat berkembang, tuntutan dan kebutuhan
Tantangan kita dewasa ini jelas
adalah globalisasi. Globalisasi terjadi, karena pada akhir abad XX ini,
teknologi komunikasi, mass-komunikasi, tele-komunikasi berkembang dahsyat, maju
sangat pesat hingga diluar jangkauan imajinasi manusia sebelumnya. Waktu
menjadi sangat singkat, dunia menjadi menciut sehingga tidak lagi bisa
diusahakan splendid isolation di bidang apapun. Bahkan beberapa waktu yang lalu
dinyatakan sudah bahwa era globalisasi merupan the end of nation-state.
Manusia bebas berhubungan satu dengan yang lain. Batas-batas teritorial negara
tidak lagi mampu menghalangi komunikasi global. Bahkan kekuasaan negara seperti
kehilangan dayanya mengontrol, menguasai dan mengawasi warga negaranya. Dunia
boleh dikatakan mengalami masa pancaroba. Perubahan besar-besaran dan
fundamental melanda dunia, melingkupi bukan hanya bangunan negara tetapi juga
orang-orang yang ada di dalamnya.
Ini membingungkan, dan bisa dengan
mudah membuat orang terombang-ambing. Apa yang harus menjadi pegangan dalam
menentukan pilihan menjadi tidak jelas, bukan karena tidak ada acuannya,
melainkan karena begitu banyak ditawarkan beragam acuan. Tiada lagi monopoli
orientasi bisa ditawarkan oleh negara, komunita-komunitas sosial maupun
politik. Semuanya Nampak menjadi relative. Jadi, berlangsung suasana goro-goro
di seluruh dunia, termasuk tentu di Indonesia. Dalam suasana atau era seperti
ini, yang memegang peranan penting adalah rakyat (people's power), baik
demokrasi ataupun anarki.
Demokrasi menjadi pilihan karena
akan menjadi bingkai dimana orang-orang bersepakat secara bersama-sama
menentukan pilihan-pilihan bersama. Sebaliknya, anarki akan terjadi justru pada
saat kekuatan rakyat gagal menemukan ataupun menyepakati bingkai untuk
kebersamaannya, karena masing-masing mengandalkan dan yakin atas orientasinya
sendiri-sendiri.
Pergeseran nilai-nilai sosial budaya
ini juga terjadi pada tataran kehidupan individual. Manusia Indonesia, terutama
generasi muda, akan lebih bersifat individualis, kalaupun tidak menganut paham
individualisme. Mereka membawa sifat-sifat lain yang diturunkan dari proses
pergeseran nilai dari kolektivitas ke individualitas tersebut. Keadaan ini
mencakup aspek-aspek positif maupun aspek-aspek negatif dari individualitas
itu.
Sebenarnya yang menjadi tuntutan
perubahan atau pergeseran nilai-nilai sosial budaya itu adalah perlunya
ditegakkan kejujuran (truthfulness) dan keadilan (justice).
Tuntutan-tuntutan ini bukan barang baru. Termasuk dalam tuntutan ini adalah
transparansi atau keterbukaan dalam proses menegakkan kejujuran dan keadilan
itu. Selama tuntutan-tuntutan ini tidak terwujudkan, di bawah rezim apa pun
pergolakan ataupun instabilitas akan terus terjadi. Semakin nilai-nilai dan
proses-proses tersebut ditinggalkan semakin dahsyat pergolakannya.
Nilai-nilai lain yang dianggap
mengganggu perkembangan bangsa adalah feodalisme, yang kemudian menjadi paternalism,
lalu menjelma menjadi totalitarianism dan otoritarianisme. Semenjak proklamasi
Bung Karno mensinyalir hambatan-hambatan itu untuk menjadikan Indonesia sebagai
negara yang demokratis. Karena itu, dalam ajaran "anti" – nya Bung
Karno mencanangkan bahwa: "Revolusi Indonesia adalah Revolusi yang anti :
Imperialisme, Kapitalisme, Feodalisme dan Rasialisme."
Kita menyadari bahwa jalan masih
panjang guna menegakkan Rule of Law dan melangsungkan proses
demokratisasi. Banyak aturan-aturan dasar harus diperbaharui, dan aturan-aturan
baru perlu dirumuskan bersama-sama. Sekarang kita benar-benar berada dalam masa
transisi dari suatu era yang mungkin bisa dikatakan penuh manipulasi ke era
yang jujur, terbuka atau transparan yang mengundang keterlibatan seluruh warga
negara. Ini perlu ditekankan, ditegaskan untuk menyatakan bahwa did ala era
transisi ini sepantasnya kita menghindarkan diri dari sikap-sikap
deterministic, serta arogan karena memiliki kekuasaan. Kita perlu rendah hati
untuk dapat menerima keterlibata orang lain. Kesadaran atas kenyataan ini pada
dasarnya mengantarkan kita kepada gagasan perlunya constitutional reform
(reformasi konstitusi) yang mendasar, tetapi sekaligus juga proses reformasi
konstitusi yang transparan demi keterlibatan seluruh warga negara dan warga
masyarakat Indonesia.
Pengertian wawasan nusantara
Pengertian Wawasan Nusantara
Terdapat dua kata dalam memahami pengertian wawasan nusantara, yaitu terdiri
dari kata wawasan dan nusantara. Wawasan berasal dari kata mawas, yang berarti
melihat, meninjau, meneliti, mengamati atau memandang. Wawasan dapat berarti
pandangan. Sedangkan nusantara, terdiri dari kata nusa dan antara. Nusa, adalah
kepulauan dan antara, adalah jarak, maksudnya jarak dari pulau ke pulau. Jadi
nusantara dapat diartikan sebagai wilayah yang terdiri dari pulau-pulau. Karena
itu Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau sering disebut sebagai negeri
nusantara. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa wawasan nusantara dapat
diartikan sebagai; cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan
lingkungannya yang terdiri dari pulau-pulau. Sejalan dengan pengertian di atas,
dalam suatu lokakarya Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional di Lemhanas pada
Januari tahun 2000 mengemukakan bahwa; "Wawasan Nusantara adalah cara pandang
bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai Negara kepulauan dengan
semua aspek kehidupannya yang beragam.
- Apa paham kebangsaan, rasa kebangsaan, dan semangat kebangsaan ?
Faham
kebangsaan adalah : Faham, aliran, pendirian, atau ajaran untuk mencintai
bangsa dan negara sendiri dengan mewujudkan cita-cita nasional yang telah
disepakati. Kecintaan itu dilandasi oleh kesadaran para anggota bangsa tersebut
untuk secara bersama-sama ingin mencapai cita-cita, mempertahankan, dan
mengabadikan identitas, integritas, serta mewujudkan kemakmuran dan kekuatan
sebagai satu bangsa. Dari sinilah lahirnya semangat kebangsaan. Dari kecintaan
yang tumbuh menjadi semangat dan cita-cita akan idealisme untuk mempertahankan
bangsa dan negara itulah lahirlah 'Patriotisme'. Karena itu nasionalisme
akan punya arti bagi perjuangan suatu bangsa untuk mewujudkan keinginan,
cita-cita atau ide bersama, yang secara populer disebut 'Cita-cita Nasional',
bila nasionalisme itu didukung oleh semangat patriotisme yang kuat.
Rasa
kebangsaan adalah salah satu bentuk rasa cinta yang melahirkan jiwa kebersamaan
pemiliknya. Untuk satu tujuan yang sama, mereka membentuk lagu, bendera, dan
lambang. Untuk lagu ditimpali dengan genderang yang berpengaruh dan trompet
yang mendayu-dayu sehingga lahirlah berbagai rasa. Untuk bendera dan lambang
dibuat bentuk serta warna yang menjadi cermin budaya bangsa sehingga
menimbulkan pembelaan yang besar dari pemiliknya.
Semangat kebangsaan
atau nasionalisme, merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan
paham kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan
terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dielakkan.
Dari semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat
rela berkorban, dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Rasa kesetiakawanan
sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa. Semangat rela
berkorban adalah kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang besar atau
demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk merdeka. Bagi
bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya, selain memiliki semangat rela
berkorban, juga harus didukung dengan jiwa patriotik yang tinggi. Jiwa
patriotik akan melekat pada diri seseorang, manakala orang tersebut tahu untuk
apa mereka berkorban.
- Jelaskan pengertian wawasan kebangsaan ?
Wawasan
kebangsaan dapat diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia yang mencakup
pola pikir dan pola sikap bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengenai
diri dan ideologinya yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa,
melindungi segenap warga negara RI, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta berperan aktif dalam pergaulan
dunia.
- Jelaskanpengertian wawasan nusantara ?
Wawasan
Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya
yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
- Peran apa yang dapat dilakukan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa dalam menanggulangi kondisi Negara yang diperlukan saat ini ?
Yaitu dengan
belajar dengan sungguh - sungguh agar dapat menjadi penerus bangsa yang dapat
membanggakan bangsanya. Dan juga rela berkorban untuk negaranya sesuai dengan
kemampuan masing - masing.
- Pada akhir - akhir ini tindakan mahasiswa di lingkungan kampus - kampus (demo, anarkis, perkelahian, judi, narkoba, dsb) tertuntu cukup memprihantinkan, yang dapat menggangu proses belajar mengajar. Tindakan apa yang perlu untuk mengatasi hal - hal yang tidak semestinya ?
Dengan
mengembangkan sikap saling asah, asih, dan asuh, maka kebersamaan
sebagai
bangsa akan terjalin indah. Karena itu nilai dan makna terdalam dari asah,asih,
dan asuh tersebut, hendaknya dapat menjadi basis motivasi dalam kehidupan
masyarakat kita yang pada gilirannya dapat mengembangkan wawasan kebangsaan Indonesia.
Sumber
:
http://zainaliqbal01.blogspot.com/2011/04/pembinaan-kebangsaan-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar