Kamis, 13 Juni 2013

PEMBINAAN KEBANGSAAN INDONESIA


 Konsep dan definisi Kebangsaan Indonesia

Sebelum mengupas akar-akar masalah kebangsaan Indonesia, nampaknya lebih baik direnungkan konsep 'nation' atau 'bangsa' itu sendiri, dan ditawarkan sebuah definisi baru yang lebih berfaedah.
Ernest Renan (1882)
Dalam suatu persfektif, tulisan Ernest Renan (1882/1994) yang terbit pada tahun 1882 yang menguraikan apa itu bangsa masih menemukan konteksnya. Tulisan itu kini menjadi klasik dalam perkembangan tentang gagasan nasionalisme itu. Sebuah bangsa, begitu menurut Renan, adalah produk dari ikhtiar, pengorbanan, dan dedikasi yang lama. Pada intinya sebuah bangsa, lanjutnya, memiliki kejayaan masa lalu yang sama, kehendak bersama disaat ini, juga telah melakukan hal-hal besar bersama-sama, dan hasrat untuk melakukan hal-hal besar lagi bersama. Sebuah bangsa adalah solidaritas agung (grand solidarity) yang terbentuk dari pengorbanan yang telah dilakukan serta keinginan melakukannya lagi. Sebuah bangsa memang memiliki masa lalu, tetapi sebuah bangsa terutama memperbarui dirinya sendiri kini dengan tindakan nyata : Kesetujuan, hasrat untuk melanjutkan hidup secara bersama-sama.
Nasion, ditambahkan Renan juga adalah suatu kesatuan solidaritas, kesatuan yang terdiri atas manusia-manusia yang saling merasa bersetiakawan dengan satu sama lain. Menurutnya juga nasion merupakan suatu jiwa, suatu asas spiritual….ia adalah suatu kesatuan solidaritas yang besar, tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah dibuat di masa lampau dan yang oleh manusia-manusia yang bersangkutan beserta dibuat di masa depan. Nasion mempunyai masa lampau, tetapi ia melanjutkan dirinya pada masa kini melalui suatu kenyataan yang jelas : yaitu kesepakatan, keinginan yang dikemukakan dengan nyata untuk terus hidup bersama.
Oleh sebab itu suatu nasion tidak tergantung, pada kesamaan asas ras, suku bangsa, agama, bahasa, geografi, atau hal-hal lain yang sejenis. Kehadiran suatu nasion adalah suatu kesepakatan bersama yang seolah-olah terjadi setiap hari antara manusia-manusia yang bersama-sama mewujudkan nasion yang bersangkutan.
Soekarno
Pendiri bangsa kita Soekarno memberikan sebuah pernyataan mengenai ' Bangsa' dengan menegaskan bahwa "Bangsa itu adalah suatu perangai yang terjadi dari persatuan hal –ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu". Nasionalisme itu jalan suatu itikad, suatu keinsafan rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu "bangsa"!. Rasa Nasionalistis itu menimbulkan suatu rasa percaya akan diri sendiri, rasa yang mana adalah perlu sekali untuk mempertahankan diri di dalam perjuangan menempuh keadaan-keadaan, yang mau mengalahkan kita.
Rasa percaya akan diri sendiri inilah yang member keteguhan hati pada kaum Boedi Oetomo dalam usahanya mencari Jawa – Besar, rasa percaya akan diri sendiri inilah yang menimbulkan ketetapan hati pada kaum revolusioner – nasionalis dalam perjuangannya mencari Hindia Besar atau Indonesia – Merdeka adanya.
Apakah rasa nasionalisme, yang oleh kepercayaan akan diri sendiri itu, begitu gampang menjadi kesombongan – bangsa. Dan begitu gampang mendapat tingkatnya yang kedua, ialah kesombongan – ras, walaupun faham ras itu ada suatu faham biologis, sedang nationaliteit itu suatu faham sosiologis (ilmu pergaulan hidup), - apakah nasionalisme itu dalam politik kolonial bisa rapat-diri dengan Marxisme yang internasional, interasial itu? Dengan ketetapan hati kita menjawab : bisa! Sebab, walaupun nasionalisme itu dalam hakekatnya mengecualikan segala pihak yang tak ikut mempunyai "keinginan hidup menjadi satu dengan rakyat itu, walupun nasionalisme itu sesungguhnya mengecilkan segala golongan yang tidak merasa "Suatu golongan, satu bangsa" dengan perangai yang terjadinya tidak "dari persatuan hal –ihwal yang dijalani oleh rakyat itu" – maka tak boleh kita lupa, bahwa manusia-manusia yang menjadikan pergerakan Islamisme dan pergerakan Marxisme di Indonesia – kita ini, dengan manusia-manusia yang menjalankan pergerakan nasionalisme itu semuanya mempunyai "keinginan hidup menjadi satu";  - bahwa mereka dengan kaum nasionalis itu merasa "satu golongan, satu bangsa "; - bahwa segala pihak dari pergerakan kita ini, baik nasionalis maupun Islamis, maupun pula Marxis, beratus-ratus tahun lamanya ada "persatuan hal-ihwal", berates-ratus tahun lamanya sama-sama bernasib tak merdeka!
Hatta
" Bangsa Indonesia" dan "Kebangsaan" adalah sebuah kesatuan program, yang bertolak dari kesadaran akan keharusan sejarah dan keyakinan akan kesamaan harkat kemanusiaan. "Bangsa" bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya tetapi sebuah sikap batin, sebuah a state of mind, dan sebuah keyakinan, yang dibina dan dipupuk, bahwa " Kita yang merasa senasib" dan sebagainya adalah "Satu bangsa". Bangsa adalah sebuah dari pengakuan yang subyektif. Tetapi lebih dari pada itu Bangsa dan rasa kebangsaan adalah dorongan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, bukan untuk kembali ke masa lalu yang telah dimitologikan sebagai "Zaman gemilang". Karena itulah bagi Hatta bangsa hanya akan bisa tumbuh jika ia dibina di atas landasan "Kedaulatan rakyat". Tak ubahnya dengan konsep bangsa, kedaulatan rakyat adalah sebuah program yang bertolak dari sebuah keyakinan, bahwa manusia ini sederajat, karena itu sama-sama mempunyai hak untuk mengatur corak hidup bersama. Meskipun demikian bukan berarti kedaulatan rakyat yang dicita-citakan itu bertolak dari individualism, yang menjadikan orang seorang sebagai ukuran segala sesuatu, tetapi dari kesadaran kolektivisme. Maka ia pun menjadikan kehidupan sosial desa tradisional yang organik sebagai referensi awal.
Kolektivisme desa yang demokratis, menurutnya, mempunyai tiga pranata yang utama. Pertama, pranata musyawarah, masalah bersama dibicarakan bersama dan diputuskan bersama. Kedua, pranata protes-massa, jika saja keputusan penguasa tak bisa diterima, maka penduduk dibenarkan untuk melancarkan protes sebagai tanda ketidaksetujuan mereka. Ketiga, pranata gotong royong dan tolong menolong. Ketiga ciri ini saling mendukung dan saling mengisi. Musyawarah adalah awal dari pengambilan keputusan, tetapi pelaksanaannya selalu dimungkinkan untuk dikontrol.
Dalam suasana ini bisa saja antara penguasa yaitu mereka yang dipercayakan untuk mengurus kepentingan bersama, dan rakyat, yaitu mereka yang telah memberikan kepercayaan, berada dalam dua kubu yang bertentangan. Tetapi konsep tolong-menolong dan gotong royong menetralisir kemungkinan hubungan yang bercorak anti-tesis ini. Dalam suasana ini perimbangan dari berbagai kepentingan akan bisa terjaga. Kolektivitas menjaga kemungkinan berkembangnya individu, sebaliknya keterikatan individu kepada ikatan kolektifnya akan menjadikan kolektivitas bertambah kuat. No man is an island, orang asing mengatakan, semua orang adalah bagian dari masyarakatnya, sebaliknya masyarakat hanyalah mungkin ada jika ia tumbuh sebagai pengikat individu.
Demokrasi – desa seperti ini bisa saja merupakan sebuah ideal – type, sebuah bentukan analitis yang dibangun dengan menjadikan setiap unsure pada bentuknya yang paling sempurna, dan ia pun sadar bahwa demokrasi desa tak mungkin bisa disalin begitu saja ke dalam konteks sebuah negara kebangsaan yang modern. Dalam bentuk yang diajukannya, pembedaan antara "masyarakat", sebagai wilayah nilai, dan "negara", sebagai wilayah kekuasaan, belum terdapat. Juga belum pula ada pembedaan antara "bangsa", sebagai unsure yang mempunyai hak dan kewajiban dalam konteks kenegaraan. Namun begitu bagi Hatta kolektivisme bukanlah lebih dulu baru dilihat sebagai bentukan sosial politik, tetapi sebagai paradigm ideologis. Jadi, kalau begitu kolektivisme sama saja halnya dengan individualism, yang juga sebuah paradigm ideologis. Dalam konteks kedaulatan rakyat ini, maka kolektivisme adalah anti-tesis dari individualism. Dengan konsep kolektivisme ia membayangkan sebuah tatanan sosial dan politik yang berdasarkan kepentingan bersama dan persaudaraan. Dalam kolektivitas ini kesadaran akan tanggung jawab dipupuk dan pribadi yang mempunyai karakter dibina, sebaliknya "jiwa budak" dihapuskan.

Paham Kebangsaan, Pluralisme dan Kemerdekaan

     Bangsa atau nation Indonesia tidak didasarkan atas persamaan kelahiran, kesukuan, asal-usul, keturunan, kedaerahan, ras ataupun keagamaan, tetapi didasarkan atas persamaan perasaan kebangsaan Indonesia, serta kehendak untuk hidup bersatu di tanah air Indonesia sebagai suatu bangsa, untuk bersama-sama berjuang mencapai cita-cita kebangsaan. Kebangsaan Indonesia tidak berkonotasi etnis/politis. Pada kenyataannya kemerdekaan Indonesia tergapai karena adanya faktor persatuan bangsa yang begitu kuat.
Selain persatuan, pluralism (kemajemukan) merupakan substansi utama paham kebangsaan. kebangsaan Indonesia secara sadar mengakui adanya pluralisme. Kenyataan menunjukkan bahwa warga negara Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa, golongan dan keturunan, yang memiliki cita-cita lahiriah, kepribadian dan kebudayaan yang berbeda-beda. Inilah kebhinnekaa, melainkan melestarikan dan mengembangkan kebhinnekaan sebagai dasarnya.
Kebangsaan telah mengantarkan bangsa Indonesia kepda kemerdekaan. Tetapi kemerdekaan baru merupakan jembatan emas untuk menuju cita-cita kebangsaan secara utuh, yakni terciptanya masyarakat adil dan makmur. Kemerdekaan menandai pergulatan baru bangsa Indonesia. Kemerdekaan telah mengubah struktur atau tatanan masyarakat Indonesia, dari struktur penajahan ke struktur kemerdekaan atau kebangsaan. Rakyat terjajah menjadi rakyat merdeka. Dalam rakyat yang merdeka itu tidak ada pembagian berdasarkan kelas-kelas. Tidak ada rakyat kelas satu dan kelas dua. Semua sama kedudukannya di muka hukum.
Zaman kemerdekaan menghadirkan tantangan aktualisasi paham kebangsaan. Kemerdekaan pada dasarnya memberikan kebebasan untuk berkembang dan memilih sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan, baik karena alas an situasional maupun prinsipiil. Alasan inilah yang memungkinkan terjadinya aneka ragam dan perbedaan wujud aktualisasi kebangsaan. Dengan pertimbangan itu, bangsa Indonesia didorong untuk melakukan pilihan-pilihan. Kenyataan zaman kemerdekaan mengajarkan bahwa pada akhirnya tidak semua pilihan itu menyajikan keberhasilan. Ini semua merupakan pengalaman yang tiada nilainya bagi bangsa Indonesia. Paham kebangsaan telah memberikan peluang bagi kebebasan bangsa Indonesia menentukan pilihan-pilihannya sendiri dalam menggapai cita-cita menciptakan kemakmuran dan keadilan.
Pilihan-pilihan memang acapkali tidak mudah dilakukan. Perbedaan kepentingan, orientasi maupun ideologi bisa menjadi faktor yang menyebabkan kesepakatan bersama menentukan pilihan tidak mudah dicapai. Dan inilah yang menandai berbagai tahapan perjalanan bangsa dan negara Indonesia, dari demokrasi liberal, ke demokrasi terpimpin, ke demokrasi Pancasila, dan sekarang ini zaman reformasi. Meskipun perpindahan dari satu zaman ke zaman lain dapat dipandang sebagai masa penggemblengan ataupun pengujian semangat kebangsaan untuk menemukan format nasional, nampaknya proses character and national building di Indonesia akan tetap berlangsung terus. Zaman berubah, masyarakat berkembang, tuntutan dan kebutuhan
Tantangan kita dewasa ini jelas adalah globalisasi. Globalisasi terjadi, karena pada akhir abad XX ini, teknologi komunikasi, mass-komunikasi, tele-komunikasi berkembang dahsyat, maju sangat pesat hingga diluar jangkauan imajinasi manusia sebelumnya. Waktu menjadi sangat singkat, dunia menjadi menciut sehingga tidak lagi bisa diusahakan splendid isolation di bidang apapun. Bahkan beberapa waktu yang lalu dinyatakan sudah bahwa era globalisasi merupan the end of nation-state. Manusia bebas berhubungan satu dengan yang lain. Batas-batas teritorial negara tidak lagi mampu menghalangi komunikasi global. Bahkan kekuasaan negara seperti kehilangan dayanya mengontrol, menguasai dan mengawasi warga negaranya. Dunia boleh dikatakan mengalami masa pancaroba. Perubahan besar-besaran dan fundamental melanda dunia, melingkupi bukan hanya bangunan negara tetapi juga orang-orang yang ada di dalamnya.
Ini membingungkan, dan bisa dengan mudah membuat orang terombang-ambing. Apa yang harus menjadi pegangan dalam menentukan pilihan  menjadi tidak jelas, bukan karena tidak ada acuannya, melainkan karena begitu banyak ditawarkan beragam acuan. Tiada lagi monopoli orientasi bisa ditawarkan oleh negara, komunita-komunitas sosial maupun politik. Semuanya Nampak menjadi relative. Jadi, berlangsung suasana goro-goro di seluruh dunia, termasuk tentu di Indonesia. Dalam suasana atau era seperti ini, yang memegang peranan penting adalah rakyat (people's power), baik demokrasi ataupun anarki.
Demokrasi menjadi pilihan karena akan menjadi bingkai dimana orang-orang bersepakat secara bersama-sama menentukan pilihan-pilihan bersama. Sebaliknya, anarki akan terjadi justru pada saat kekuatan rakyat gagal menemukan ataupun menyepakati bingkai untuk kebersamaannya, karena masing-masing mengandalkan dan yakin atas orientasinya sendiri-sendiri.
Pergeseran nilai-nilai sosial budaya ini juga terjadi pada tataran kehidupan individual. Manusia Indonesia, terutama generasi muda, akan lebih bersifat individualis, kalaupun tidak menganut paham individualisme. Mereka membawa sifat-sifat lain yang diturunkan dari proses pergeseran nilai dari kolektivitas ke individualitas tersebut. Keadaan ini mencakup aspek-aspek positif maupun aspek-aspek negatif dari individualitas itu.
Sebenarnya yang menjadi tuntutan perubahan atau pergeseran nilai-nilai sosial budaya itu adalah perlunya ditegakkan kejujuran (truthfulness) dan keadilan (justice). Tuntutan-tuntutan ini bukan barang baru. Termasuk dalam tuntutan ini adalah transparansi atau keterbukaan dalam proses menegakkan kejujuran dan keadilan itu. Selama tuntutan-tuntutan ini tidak terwujudkan, di bawah rezim apa pun pergolakan ataupun instabilitas akan terus terjadi. Semakin nilai-nilai dan proses-proses tersebut ditinggalkan semakin dahsyat pergolakannya.
Nilai-nilai lain yang dianggap mengganggu perkembangan bangsa adalah feodalisme, yang kemudian menjadi paternalism, lalu menjelma menjadi totalitarianism dan otoritarianisme. Semenjak proklamasi Bung Karno mensinyalir hambatan-hambatan itu untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang demokratis. Karena itu, dalam ajaran "anti" – nya Bung Karno mencanangkan bahwa: "Revolusi Indonesia adalah Revolusi yang anti : Imperialisme, Kapitalisme, Feodalisme dan Rasialisme."
Kita menyadari bahwa jalan masih panjang guna menegakkan Rule of Law dan melangsungkan proses demokratisasi. Banyak aturan-aturan dasar harus diperbaharui, dan aturan-aturan baru perlu dirumuskan bersama-sama. Sekarang kita benar-benar berada dalam masa transisi dari suatu era yang mungkin bisa dikatakan penuh manipulasi ke era yang jujur, terbuka atau transparan yang mengundang keterlibatan seluruh warga negara. Ini perlu ditekankan, ditegaskan untuk menyatakan bahwa did ala era transisi ini sepantasnya kita menghindarkan diri dari sikap-sikap deterministic, serta arogan karena memiliki kekuasaan. Kita perlu rendah hati untuk dapat menerima keterlibata orang lain. Kesadaran atas kenyataan ini pada dasarnya mengantarkan kita kepada gagasan perlunya constitutional reform (reformasi konstitusi) yang mendasar, tetapi sekaligus juga proses reformasi konstitusi yang transparan demi keterlibatan seluruh warga negara dan warga masyarakat Indonesia.

Pengertian wawasan nusantara

Pengertian Wawasan Nusantara Terdapat dua kata dalam memahami pengertian wawasan nusantara, yaitu terdiri dari kata wawasan dan nusantara. Wawasan berasal dari kata mawas, yang berarti melihat, meninjau, meneliti, mengamati atau memandang. Wawasan dapat berarti pandangan. Sedangkan nusantara, terdiri dari kata nusa dan antara. Nusa, adalah kepulauan dan antara, adalah jarak, maksudnya jarak dari pulau ke pulau. Jadi nusantara dapat diartikan sebagai wilayah yang terdiri dari pulau-pulau. Karena itu Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau sering disebut sebagai negeri nusantara. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa wawasan nusantara dapat diartikan sebagai; cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya yang terdiri dari pulau-pulau. Sejalan dengan pengertian di atas, dalam suatu lokakarya Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional di Lemhanas pada Januari tahun 2000 mengemukakan bahwa; "Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai Negara kepulauan dengan semua aspek kehidupannya yang beragam.
  1. Apa paham kebangsaan, rasa kebangsaan, dan semangat kebangsaan ?
Faham kebangsaan adalah : Faham, aliran, pendirian, atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dengan mewujudkan cita-cita nasional yang telah disepakati. Kecintaan itu dilandasi oleh kesadaran para anggota bangsa tersebut untuk secara bersama-sama ingin mencapai cita-cita, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, serta mewujudkan kemakmuran dan kekuatan sebagai satu bangsa. Dari sinilah lahirnya semangat kebangsaan. Dari kecintaan yang tumbuh menjadi semangat dan cita-cita akan idealisme untuk mempertahankan bangsa dan negara itulah lahirlah 'Patriotisme'. Karena itu nasionalisme akan punya arti bagi perjuangan suatu bangsa untuk mewujudkan keinginan, cita-cita atau ide bersama, yang secara populer disebut 'Cita-cita Nasional', bila nasionalisme itu didukung oleh semangat patriotisme yang kuat.
    Rasa kebangsaan adalah salah satu bentuk rasa cinta yang melahirkan jiwa kebersamaan pemiliknya. Untuk satu tujuan yang sama, mereka membentuk lagu, bendera, dan lambang. Untuk lagu ditimpali dengan genderang yang berpengaruh dan trompet yang mendayu-dayu sehingga lahirlah berbagai rasa. Untuk bendera dan lambang dibuat bentuk serta warna yang menjadi cermin budaya bangsa sehingga menimbulkan pembelaan yang besar dari pemiliknya.
Semangat kebangsaan atau nasionalisme, merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dielakkan. Dari semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban, dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa. Semangat rela berkorban adalah kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk merdeka. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya, selain memiliki semangat rela berkorban, juga harus didukung dengan jiwa patriotik yang tinggi. Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, manakala orang tersebut tahu untuk apa mereka berkorban.
  1. Jelaskan pengertian wawasan kebangsaan ?
Wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia yang mencakup pola pikir dan pola sikap bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengenai diri dan ideologinya yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, melindungi segenap warga negara RI, mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta berperan aktif dalam pergaulan dunia.
 
  1. Jelaskanpengertian wawasan nusantara ?
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
 
  1. Peran apa yang dapat dilakukan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa dalam menanggulangi kondisi Negara yang diperlukan saat ini ?
Yaitu dengan belajar dengan sungguh - sungguh agar dapat menjadi penerus bangsa yang dapat membanggakan bangsanya. Dan juga rela berkorban untuk negaranya sesuai dengan kemampuan masing - masing.
 
  1. Pada akhir - akhir ini tindakan mahasiswa di lingkungan kampus -  kampus (demo, anarkis, perkelahian, judi, narkoba, dsb) tertuntu cukup memprihantinkan, yang dapat menggangu proses belajar mengajar. Tindakan apa yang perlu untuk mengatasi hal - hal yang tidak semestinya ?
Dengan mengembangkan sikap saling asah, asih, dan asuh, maka kebersamaan
sebagai bangsa akan terjalin indah. Karena itu nilai dan makna terdalam dari asah,asih, dan asuh tersebut, hendaknya dapat menjadi basis motivasi dalam kehidupan masyarakat kita yang pada gilirannya dapat mengembangkan wawasan kebangsaan Indonesia.

 
    Sumber :
http://zainaliqbal01.blogspot.com/2011/04/pembinaan-kebangsaan-indonesia.html


Kamis, 02 Mei 2013

Tugas softskill pendidikan dan kewarga negaraan mengenai Isu Pribumi dan Non Pribumi

SIAPA YANG MENJADI WARGA NEGARA DALAM PASAL 26 UUD 1945 Pasal 26

(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
  •  Isu munculnya istilah “pribumi dan non pribumi”
Pribumi adalah penghuni asli, orang yang berasal dari tempat yang bersangkutan. Sedangkan non-pribumi berarti yang bukan pribumi atau penduduk yang bukan penduduk asli suatu negara. Dari makna tersebut, pribumi berarti penduduk yang asli (lahir, tumbuh, dan berkembang) berasal dari tempat negara tersebut berada. Jadi, anak dari orang tua yang lahir dan berkembang di Indonesia adalah orang pribumi, meskipun sang kakek-nenek adalah orang asing.
Namun pendapat yang beredar luas di Indonesia mengenai istilah pribumi dan non-pribumi adalah pribumi didefinisikan sebagai penduduk Indonesia yang berasal dari suku-suku asli (mayoritas) di Indonesia. Sehingga, penduduk Indonesia keturunan Tionghoa, India, ekspatriat asing (umumnya kulit putih), maupun campuran sering dikelompokkan sebagai non-pribumi meski telah beberapa generasi dilahirkan di Indonesia. Pendapat seperti itu karena sentimen masyarakat luas yang cenderung mengklasifikasikan penduduk Indonesia berdasarkan warna kulit mereka.
Selain warna kulit, sebagian besar masyarakat mendefinisikan sendiri (melalui informasi luar) berdasarkan budaya dan agama. Sehingga jika penduduk Indonesia keturunan Tionghoa dianggap sebagai non pribumi, maka penduduk Indonesia keturunan Arab (bukan dari suku asli) dianggap sebagai pribumi.
Golongan pribumi dan non-pribumi muncul sebagai akibat adanya perbedaan mendasar (diskriminasi) terutama dalam perlakuan yang berbeda oleh rezim yang sedang berkuasa. Ini hanya terjadi jika rezim yang berkuasa adalah pemerintahan otoriter, penjajah dan kroninya ataupun nasionalisme yang sempit. Contoh, di zaman penjajahan Belanda, Belanda memperlakukan orang di Indonesia secara berbeda didasari oleh etnik/keturunan. Mereka yang berketurunan Belanda akan mendapat pelayanan kelas wahid, sedangkan golongan pengusaha/pedagang mendapat kelas kedua, sedangkan masyarakat umum (penduduk asli) diperlakukan sebagai kelas rendah (“kasta sudra”).
Setelah merdeka, para pejuang kemerdekaan kita (Bung Karno, Hatta, Syahrir, dll) berusaha menghapuskan diskriminasi tersebut. Para founding father Bangsa Indonesia menyadari bahwa selama adanya diskriminasi antar golongan rakyat, maka persatuan negara ini menjadi rentan, mudah diobok-obok oleh kepentingan neo-imperialisme. Bung Karno telah meneliti hal tersebut melalui tulisan beliau di majalah “Suluh Indonesia” yang diterbitkan tahun 1926. Ia berpendapat bahwa untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan membangun bangsa yang kuat dibutuhkan semua elemen/golongan Untuk itu beliau mengajukan untuk menyatukan kekuatan dari golongan Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme sebagai kekuatan superpower. Hal inilah yang ditakuti oleh Amerika dan sekutunya serta para pemberontak (penghianat, separatis) di negeri ini dengan berbagai alibi.
Setelah pemerintahan Bung Karno direbut oleh kekuatan liberalis-kapitalis melalui Jenderal yang berkuasa dengan tangan besi, Pak Harto, maka konotasi pribumi dan non-pribumi kembali “terpelihara subur”. Agenda pembangunan makro yang direntenir oleh IMF dan Bank Dunia membutuhkan golongan istimewa (haruslah minoritas) serta mengabaikan golongan mayoritas. Maka perjalanan bangsa setelahnya menjadi pincang yang luar biasa. Segelintir golongan memperkaya diri yang luar biasa, sedangkan golongan terbesar harus bekerja keras dengan kesejahteraan pas-pasan. Indonesia yang kaya raya dengan sumber daya alam baik di darat maupun laut hanyalah dirasakan oleh golongan penguasan dan “peliharaan” penguasa. Rakyat jelata hanya menerima ampas kekayaan alam Indonesia. Semua sari kekayaan di”sedot’ oleh perusahaan asing dan segelintir penghianat bangsa.
Inilah mengapa, diera orde baru, konflik horizontal antara penduduk miskin (disebut dan dilabeli sebagai pribumi) dengan si kaya (umumnya dilabeli sebagai non pribumi) berkembang dan namun terpendam. Kebencian diskriminasi ini akhirnya pecah di tahun 1998.
Sebagai warga negara Indonesia, kita memiliki hak dan kewajiban membangun bangsa ini. Kita wajib menyadarkan sesama kita – bangsa kita bahwa tantangan terbesar yang sedang kita hadapi bukanlah etnis, suku,warna kulit ataupun agama. Bukan juga perbedaan pribumi dan non-pribumi. Tapi hal yang terbesar adalah ketidakadilan, pemiskinan, lunturnya nasionalisme membangun bangsa, dan ancaman hegomoni asing dalam bentuk ekonomi, politik, pertahanan dan multi nasional company. Perjuangan kita adalah untuk mewujudkan sistem pemerintah yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Karena istilah pribumi dan non-pribumi diciptakan oleh penjajah dan penguasa yang kejam, sudah saatnya kita harus meninggalkan istilah tersebut. Kekuatan rakyat harus menciptakan sendiri istilah yang baru, yakni “patriot” dan “penghianat”. Seorang patriot adalah yang memperjuangkan negara dan tanah airnya demi kesejahteraan dan kemandirian bangsa. Untuk itu kita dukung perjuangan para patriot tersebut saat ini. Sedangkan golongan kedua adalah penghianat, mereka yang merusak bangsa kita demi kepentingan pribadi ataupun golongan dengan menghancurkan kepentingan bangsa dan negara. Mereka yang mengobral aset bangsa, kebijakan pro-konglomerasi, dan memakan uang rakyat serta membangun dinasti keluarga di pemerintahan, legislatif maupun penegak hukum. Kita perlu memata-matai tindak tanduk mereka, dan memperjuangkan hukum untuk mengadili para penghianat tersebut.
Tentunya gerakan reformasi rakyat untuk melawan penghianat dan penjajah baru ini bukanlah dengan revolusi berdarah, tapi dapat dilakukan dengan reformasi rakyat terutama dari pemimpin pemerintah, penegak hukum, serta mereformasi badan legislatif yang masih lemah. Dan tidak kalah penting adalah sistem edukasi di lembaga pendidikan. Untuk itu, diharapkan para tokoh bangsa turut mengawasi para penguasa di negeri ini, serta edukasi masyarakat untuk memilih pemimpin yang patriot, bukan pemimpin sekadar populer.
Setelah era reformasi, beberapa tokoh bangsa Indonesia berusaha mengangkat kembali kekuatan persatuan dengan menghilangkan diskriminasi perusak bangsa. Reformasi birokrasi yang menghasilkan sedikit perubahan dalam mengurangi praktik pemerintahan KKN yang sarat dengan bau kekeluargaan, etnis, dan agama. Maka disusunlah UU Kewarganegaran serta menghilangkan secara hukum diskriminasi bagi etnis Tionghoa dan etnis minoritas di era Gusdur.
Setelah berlakunya UU 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, maka setiap manusia yang lahir di Indonesia dianggap warga negara Indonesia tanpa ada memandang embel-embel pribumi atau non-pribumi yang melekat karena perbedaan latar belakang etnis. Yang diberlakukan saat ini adalah warga negara.
Ada beberapa kriteria Warga Negara Indonesia (WNI) dalam UU 12 tahun 2006 (diambil sebagian) adalah:
• Seorang yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah WNI dan Ibu WNI, ayah WNI dan ibu WNA, atau ayah WNA dan ibu WNI.
• anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya
• Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara (diberikan oleh Presiden dan pertimbangan DPR RI)

1.    Apakah ada di indonesia penduduk asli? Kalau ada dimana domisilinya?
Tidak ada, penduduk wilayah Nusantara hanya terdiri dari dua golongan yakni Pithecantropus Erectus beserta manusia Indonesia purba lainnya dan keturunan bangsa pendatang di luar Nusantara yang datang dalam beberapa gelombang.
Berdasarkan fosil-fosil yang telah ditemukan di wilayah Indonesia, dapat dipastikan bahwa sejak 2.000.000 (dua juta) tahun yang lalu wilayah ini telah dihuni. Penghuninya adalah manusia-manusia purba dengan kebudayaan batu tua atau mesolithicum seperti Meganthropus Palaeo Javanicus, Pithecanthropus Erectus, Homo Soloensis dan sebagainya. Manusia-manusia purba ini sesungguhnya lebih mirip dengan manusia-manusia yang kini dikenal sebagai penduduk asli Australia.

Dengan demikian, yang berhak mengklaim dirinya sebagai “penduduk asli Indonesia” adalah kaum Negroid, atau Austroloid, yang berkulit hitam. Manusia Indonesia purba membawa kebudayaan batu tua atau palaeolitikum yang masih hidup secara nomaden atau berpindah dengan mata pencaharian berburu binatang dan meramu. Wilayah Nusantara kemudian kedatangan bangsa Melanesoide yang berasal dari teluk Tonkin, tepatnya dari Bacson-Hoabinh. Dari artefak-artefak yang ditemukan di tempat asalnya menunjukan bahwa induk bangsa ini berkulit hitam berbadan kecil dan termasuk type Veddoid-Austrolaid.
Bangsa Melanesoide dengan kebudayaan mesolitikum yang sudah mulai hidup menetap dalam kelompok, sudah mengenal api, meramu dan berburu binatang.Teknologi pertanian juga sudah mereka genggam sekalipun mereka belum dapat menjaga agar satu bidang tanah dapat ditanami berkali-kali. Cara bertani mereka masih dengan sistem perladangan. Dengan demikian, mereka harus berpindah ketika lahan yang lama tidak bisa ditanami lagi atau karena habisnya makanan ternak. Gaya hidup ini dinamakan semi nomaden. Dalam setiap perpindahan manusia beserta kebudayaan yang datang ke Nusantara, selalu dilakukan oleh bangsa yang tingkat peradabannya lebih tinggi dari bangsa yang datang sebelumnya.

2.    Kenapa timbul isu istilah pribumi dan non pribumi?
Setelah berlakunya UU 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, maka setiap manusia yang lahir di Indonesia dianggap warga negara Indonesia tanpa ada memandang istilah pribumi atau non-pribumi yang melekat karena perbedaan latar belakang etnis.
Ada beberapa kriteria Warga Negara Indonesia (WNI) dalam UU 12 tahun 2006, antara lain:
• Seorang yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah WNI dan Ibu WNI, ayah WNI dan ibu WNA, atau ayah WNA dan ibu WNI.
• anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya
• Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara (diberikan oleh Presiden dan pertimbangan DPR RI) Atas dasar UU diatas dan latar belakang munculnya isu pribumi dan non pribumi yang telah dijelaskan, sangatlah tidak pantas apabila isu ini masih dipermasalahkan dan diungkit kembali di masa ini.

Isu pribumi dan non pribumi hanyalah hasil dari perlakuan diskriminatif pada masa penjajahan dahulu. Sebagai mahasiswa dan warga negara Indonesia, kita memiliki hak dan kewajiban membangun bangsa ini. Kita harus kembali berpedoman pada UUD 1945 dan UU 12 tahun 2006 mengenai dasar dasar kriteria warga negara Indonesia. Apabila kita sudah mengakui sebagai sesama WNI, kita sudah tidak boleh memandang perbedaan suku, ras, budaya, dan agama sebagai permasalahan, dan saling merendahkan status antara satu dengan lainnya. Kita wajib menyadarkan sesama kita bahwa tantangan terbesar yang sedang kita hadapi bukanlah etnis, suku,warna kulit ataupun agama. Bukan juga perbedaan pribumi dan non-pribumi. Tapi hal yang terbesar adalah ketidakadilan, kemiskinan, lunturnya nasionalisme membangun bangsa, dan ancaman pihak asing dalam bentuk ekonomi, politik, pertahanan dan multi nasional. Perjuangan kita adalah untuk mewujudkan sistem pemerintah yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

3.    Siapa saja yang dimaksud non pribumi?
Pribumi dan non pribumi sejatinya adalah suatu identitas diri manusia yang dibawa sejak lahir. Seseorang dikatakan sebagai warga pribumi apabila dilahirkan di suatu tempat atau wilayah atau negara dan menetap di sana. Pribumi ini bersifat autichton (melekat pada suatu tempat). Secara lebih khusus, istilah pribumi ditujukan kepada setiap orang yang yang terlahir dengan orang tua yang juga terlahir di suatu tempat tersebut. Pribumi sendiri memiliki ciri khas, yakni memiliki bumi (tanah atau tempat tinggal yang berstatus hak milik pribadi). Namun dari definisi dan penjabaran tentang pribumi di atas masih menyisakan beberapa pertanyaan. Pertama adalah, seseorang dikatakan pribumi dan non pribumi adalah sekedar dari melihat fisiknya saja. Dan sudah jelas ini bertentangan tentang makna asli yang terkandung dari istilah ‘pribumi’.

4.    Kenapa istilah Non Pribumi yang menonjol hanya pada etnis Tionghoa?
semakin lebarnya jurang pemisah antara etnis Tionghoa dengan etnis lainnya yang ada di Indonesia, seperti hasil observasi yang dilakukan Tan (dalam Susetyo,
1999) dikatakan memang terdapat kesan bahwa hubungan antar etnis Tionghoa
dengan etnis Indonesia lainnya cenderung tegang dan saling curiga (Warnean
dalam Susetyo, 1999). Sejak jaman penjajahan Hindia Belanda sampai sekarang, hubungan antara etnis Tionghoa dengan etnis Pribumi lainnya terus-menerus diwarnai konflik, mulai dari konflik terbesar yaitu politik ”memecah belah bangsa” (devide et
impera) yang sengaja dibuat oleh Belanda untuk memecah belah bangsa
Indonesia, pemberontakan PKI tahun 1965, tragedi Mei 1998, dan konflik-konflik
lainnya. Politik ”memecah belah bangsa” merupakan awal munculnya gerakangerakan anti-Cina. Hal ini disebabkan oleh pemberian kedudukan yang istimewa terhadap etnis Tionghoa dalam struktur kemasyarakatan pada saat itu, yaitu di bawah Belanda dan di atas Pribumi. Posisi orang Tionghoa ini menjadi wahana
yang subur bagi tumbuh kembangnya perasaan superior. Situasi ini telah memicu
munculnya prasangka pada golongan etnis Tionghoa terhadap golongan etnis
Pribumi (Helmi, 1991). Masa-masa yang menguntungkan bagi etnis Tionghoa tersebut kemudian berakhir pada pemberontakan PKI 1965 dan tragedi Mei 1998. Pada saat itu, orang Tionghoa menjadi sasaran kemarahan massa, dan muncul aksi-aksi diskriminatif seperti aksi kekerasan ”anti-Cina”. Etnis Tionghoa diduga turut
mendukung pemberontakan tersebut, akibatnya kekerasaan massa anti-Cina mulai
marak, dan pada tragedi Mei 1998, etnis Tionghoa juga menjadi korban
kemarahan massa. Perumahan dan pertokoan milik etnis Tionghoa dibakar, dan perempuan keturunan Tionghoa diperkosa (Toer, 1998). Tragedi ini merupakan
representasi paling nyata dari adanya prasangka terhadap etnis Tionghoa
(Gerungan, 2002). Pengalaman traumatis yang dialami baik oleh golongan Pribumi ataupun golongan Tionghoa sejak jaman penjajahan Hindia Belanda sampai sekarang
menyebabkan prasangka pada masing-masing pihak semakin kental (Sarwono,
1999). Prasangka di kalangan Pribumi tentang golongan Tionghoa adalah orang
Tionghoa selalu diberi fasilitas, sedangkan Pribumi tidak, memiliki nasionalisme
yang rendah, eksklusif, kikir,sombong, dan plin-plan dengan mengira bahwa
semuanya bisa dibeli dengan uang. Di pihak lain golongan Tionghoa juga
berprasangka kepada golongan Pribumi. Menurut penelitian Willmot dalam
Sarwono (1999), golongan non-Pribumi (orang Tionghoa) merasa dirinya lebih
pandai dan lebih canggih daripada Pribumi. Golongan Pribumi pemalas dan tidak
dapat dipercaya (Sarwono, 1999). Permasalahan antar etnis ini dapat ditinjau dari social-categorization theory yang dikemukakan oleh Turner, dkk (1987) bahwa dalam kehidupan sehari-harinya, individu memiliki kecenderungan untuk membagi dunia sosial
mereka menjadi dua kategori yang jelas, yaitu ”kita” dan ”mereka” atau ”us
versus them”. Dalam kaitannya dengan permasalahan etnis yang terjadi di
Indonesia, baik kelompok etnis Pribumi maupun kelompok etnis Tionghoa telah
membuat kategorisasi sosial berdasarkan pada karakteristik fisik yang menonjol
seperti warna kulit, bahasa yang digunakan, agama yang dianut dan karakteristik
fisik lainnya (Sears, Freedman, dan Peplau, 1985).


5.    Langkah apa yang dapat anda sarankan untuk menghilangkan isu pribumi dan Non pribumi di Indonesia?

Negara ini terdiri dari berbagai suku, agama, ras, maka itu marilah kita berpikir ulang, sebenarnya apa yang salah. yang seharusnya dilakukan adalah bagaimana cara mengedukasi orang – orang yang rasialis/yang suka mendiskriminasikan dapat menerima "perbedaan", sehingga kita yang dari berbagai macam itu dapat bekerjasama dalam membangun negara ini jauh lebih baik.
ada baiknya juga pemerintah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Memberikan pendidikan Pancasila serta UUD dalam kehidupan bermasyarakat dan dari usia sedini mungkin, dengan tujuan, Warga Negara Indonesia menjadi paham tentang adanya perbedaan dan untuk meningkatkan rasa persatuan.
b.  Lebih ikut serta ke dalam kehidupan bermasyarakat dengan mengikuti kegiatan-kegiatan sosial yang tidak selalu berpihak kepada satu golongan, dengan tujuan, dapat menuangkan hasil-hasil pembelajaran dasar Negara ke dalam kehidupan nyata.
c.   Mengajak anggota masyarakat yang lain untuk melakuka hal yang sama, dengan tujuan, dapat membagi serta menuangkan ilmu dari dasar Negara sehingga semakin memperkuat rasa persaudaraan dan meniadakan perbedaan dalam status sosial yang ada.


SUMBER:
http://wmahendra.blogspot.com/2011/04/pribumi-dan-non-pribumi.html
http://muhammadfathan.wordpress.com/2011/03/13/warganegara-dalam-pasal-26-uud-1945/
http://adhepy.blogspot.com/2013/04/isu-munculnya-istilah-pribumi-dan-non.html
http://neigedevisamyono.blogspot.com/2012/10/isu-pribumi-non-pribumi.html

Kamis, 21 Maret 2013

Tugas Pendidikan Pancasila nomor 1


A.   Tulis makalah yang menjelaskan makna apa yang terkandung di dalam  pasal 30 UUD-1945 bagi setiap warga negara.

Isi Pasal 30 ayat 1 sampai 5, UUD 1945 :
Ayat 1: Tiap tiap Warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan Negara
Ayat 2: Usaha pertahanan dan keamanan Negera dilaksanakan melalui sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Indonesia Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan
pendukung
Ayat 3: Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara sebagai alat Negara bertugas mempertahankan, melindungi dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara
Ayat 4: Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yg menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta
menegakkan hukum
Ayat 5: Susunan dan Kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
republik Indonesia, didalam menjalankan tugasnya, syarat syarat keikutsetaan warga
negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan Undang Undang.

Makna yang terkandung dalam Pasal 30 UUD 1945 bagi Warga Negara :
            Dalam pasal 30 UUD 1945 menyatakan bahwa seluruh warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam  usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Walaupun tugas dan fungsi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia berbeda, tetapi kedua elemen utama ini saling berhubungan dan bekerja sama dalam usaha mempertahankan dan membela Negara Republik Indonesia. Rakyat sebagai kekuatan pendukung dalam usaha mempertahankan dan membela Negara, bukan berarti ikut serta dalam perperangan tetapi, bisa melalui kegiatan di bidang pendidikan seperti mengharumkan nama Bangsa Indonesia dengan prestasi dan hal positif yang membuat masyarakat Indonesia maju dan Negara Indonesia semakin maju dan berkembang. Dengan mengharumkan dan memajukan Negara,berarti kita juga ikut serta dalam usaha mempertahankan dan membela Negara Indonesia dari kebodohan, kemiskinan, dan diabaikan dengan Negara lain yang sudah lebih maju.
Warga Negara wajib ikut serta dalam membela Negara, karena kegiatan wajib bela Negara tertuang dalam beberapa dasar hukum dan peraturan bela negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh        Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI
6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Oleh karena itu, setiap warga negara Indonesia berhak dan wajib dalam membela negaranya dari segala masalah, gangguan, atau hambatan yang dapat mengancam Negara Indonesia. Dengan saling menumbuhkan jiwa Nasionalisme antara semua kalangan dan semua warga negara, juga bekerjasama yang baik antara Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia serta masyarakat.

Sumber :




B.   Jawab pertanyaan berikut: Dalam bentuk tulisan bebas dengan judul sesuai pertanyaan.

1.     Jelaskan Tujuan Pendidikan Nasional

Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa; Melalui pendidikanlah bangsa akan tegak mampu menjaga martabat. Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk kepribadian/watak yang beradab, berbangsa dan bermartabat. Mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi seseorang agar beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, berilmu juga menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

2.     Jelaskan pengertian bela Negara dalam kontek kehidupan berbangsa dan bernegara

Bela Negara adalah tekad, sikap dan perilaku warga Negara yang dijiwai oleh kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara. Pembelaan Negara bukan semata-mata tugas Tentara Nasional Indonesia saja, tetapi segenap warga Negara sesuai kemampuan dan profesinya dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Bela Negara juga merupakan filosofi yang bertujuan agar setiap individu dapat mengamalkan dan menerapkan peraturan baik berupa peraturan tertulis atau tidak tertulis yang menjadi aturan dasar dalam negara dengan maksud agar individu itu sendiri mampu mengamalkan kaidah kaidah yang berlaku dalam negara tersebut, sehingga dapat mempertahankan Negaranya dengan pendirian dan kekuatan yang kokoh, berjiwa Nasionalisme, serta demokratis.



3.     Jelaskan tujuan pendidikan Kewarganegaraan diberikan di Perguruan Tinggi
TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI ( Menurut SKep Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002 )
- Agar Mahasiswa memiliki motivasi menguasai materi pendidikan kewarganegaraan,
-Mampu mengkaitkan dan mengimplementasikan dalam peranan dan kedudukan serta kepentingannya, sebagai individu, anggota keluarga/masyarakat dan warganegara yang terdidik.
- Memiliki tekad dan kesediaan dalam mewujudkan kaidah-kaidah nilai berbangsa dan bernegara untuk menciptakan masyarakat madani.

4.     Jelaskan kompetensi yang diharapkan dari pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat memberikan kompetensi yang baik bagi para murid yang mendapatkan pelajarannya. Berikut adalah beberapa kokompetensi yang diharapkan:
A. hakikat pendidikan
masyarakat dan pemerintah suatu negara berupaya untuk menjamin kelangsungan hidup serta kehidupan generasi penerusnya secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik). generasi penerus tersebut diharapkan akan mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan hubungan internasional.
B. kemampuan warga negara
Untuk hidup berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi perkembangan, perubahan masa depannya, suatu negara sangat memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) yang belandaskan nilai-nilai pancasila, nilai-nilai keagamaan, dan nilai-nilai perjuangan bangsa. nilai-nilai tersebut akan menjadi panduan dan mewarnai keyakinan warga negra dalam kehidupan bermsyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
C. Menumbuhkan wawasan warga negara
Setiap warga negara Republik Indonesia harus menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang merupakan misi atau tanggung jawab pendidikan kewarganegaraan untuk menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal persahabatan, pengertian antarbangsa, perdamaian dunia, kesadaran bela negara, dan sikap serta perilaku yang besendikan nilai-nilai budaya bangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. pendidikan kewarganegaraan ini dilaksanakan oleh Depdiknas di bawah kewenangan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
D. Dasar pemikiran pendidikan kewarganegaraan
Rakyat Indonesia melalui MPR, menyatakan bahwa: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia diarahkan untuk "meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bansa, mewujudkan manusia serta masyarakant Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas mandiri, sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa".
E. Kompetensi yang diharapkan
Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nesional menjelaskan bahwa "pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan denga hubungan antara warga negara dan negara serta pendidikan pendahulauan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia."
Pendidkan kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. sikap ini disertai dengan perilaku yang:
1.) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.) Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermsyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3.) Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
4.) Besifat profesional, yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5.) Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara.




5.     Jelaskan pengertian pendidikan kewiraan
 Pendidikan kewiraan dimaksudakan untuk memeperluas cakrawala befikir para mahisiswa sebagai warga negara indonesia,sekaligus  sebagai pejuang bangsa dalam usaha menciptakan serta meningkatakan kesejahteraan dan keamanan nasional untuk menjamin kelangsungan hiidup bangsa dan negara demi terwujudnya aspirasi perjuangan nasional dengan tujuan untuk memupuk kesadaran bela negara dan berfikir komperehensif integral (terpadu) dikalangan mahasiswa dalam rangka ketahanan nasional.
·          Tujuan pendidikan kewiraan
Adalah memupuk kesadaran bela negara dan berfikir komprehensif integral dikalangan mahasiswa dalam rangka ketahanan nasional dengan didasari pada :
-          Kecintaan pada tanah air
-          Kesadaran berbagsa dan bernegara
-          Keyakinan akan ketangguhan pancasila
-          Rela berkorban demi bangsa dan Negara
-          Kemampuan awal bela negara

Sumber :
oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=641
http://aldosite.wordpress.com/2011/05/19/hak-dan-kewajiban-warga-negara-yang-tertuang-dalam-pasal-30-uud-1945/